INGGRIS

Ini Respons Raksasa Teknologi Soal Rencana Pajak Layanan Digital

Kurniawan Agung Wicaksono
Rabu, 31 Oktober 2018 | 10.25 WIB
Ini Respons Raksasa Teknologi Soal Rencana Pajak Layanan Digital

Ilustrasi. (foto: Ars Technica)

JAKARTA, DDTCNews – Beberapa raksasa teknologi berkomentar terkait rencana pengenaan pajak pajak layanan digital (digital services tax) mulai April 2020, yang disodorkan Menteri Keuangan Inggris Philip Hammond.

Microsoft, Facebook, dan Google mengaku bingung. Kepada Komite Komunikasi House of Lords, mereka meminta kejelasan lebih lanjut terkait variabel apa saja yang akan dikenai pajak. Apalagi, sebelumnya ada estimasi penerimaan lebih dari 400 juta pound sterling per tahun.

Katie O'Donovan, Manajer Kebijakan Publik Google Inggris mengaku tidak mempermasalahkan apapun versi final dari pajak transaksi digital tersebut. Namun, Inggris harus berkomitmen pengenaan pajak itu hanya sementara hingga diperkenalkan standar internasional.

“Proposal itu sebagai bagian dari pengaturan timeline untuk tindakan internasional. Itu selalu menjadi aspek yang kami dukung,” katanya, seperti dilansir dari The Guardian, Rabu (31/10/2018).

Bagi Google dan perusahaan lain yang beroperasi di berbagai negara (lintas batas), menurut Katie, solusi internasional multilateral merupakan aspek yang krusial. Solusi internasional memiliki efek signifikan jangka panjang.

Direktur Perusahaan, Urusan Hukum dan Internal Microsoft Inggris Hugh Milward mengatakan perusahaannya telah mencerna rencana Philip Hammond. Namun, lagi-lagi, aspek yang paling penting adalah bagaimana rencana pengenaan pajak layanan digital itu mempengaruhi OECD.

“Dan tentunya bagaimana OECD akan mempengaruhi apa yang Menkeu Inggris putuskan, untuk dilakukan selanjutnya,” kata Hugh.

Seperti diketahui, OECD tengah bekerja untuk menyetujui sistem global tentang pemajakan pada keuntungan perusahaan digital. Namun, Inggris dan Uni Eropa telah frustasi dengan perkembangan yang ada sehingga berjalan dengan langkah unilateral.

Salah satu masalah signifikan dalam mencapai pengaturan internasional adalah sikap Amerika Serikat (AS) yang telah menjadi semakin proteksionis di bawah Donald Trump. Hal ini menyebabkan semakin sulitnya untuk mencapai kesepakatan karena dinilai memukul lini bisnis AS.

Baik perwakilan dari Google maupun Microsoft tidak dapat memberi tahu Lords terkait proporsi pendapatan perusahaan di Inggris yang menjadi dasar pembayaran pajak. Kepala Kebijakan Publik Inggris Facebook Rebecca Stimson pun juga bersikap sama. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.