JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Selasa (20/6) berita mengenai keberhasilan pemerintah Indonesia yang dapat memungut pajak dari Google Asia Pacific Pte Ltd masih mewarnai sejumlah media nasional. Namun, setelah Google, apakah pemerintah akan mengejar perusahaan IT asing layaknya Facebook, twitter dan lainnya?
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan jika mereka beroperasi yang menciptakan penerimaan, maka akan menjadi objek pajak. Seperti diketahui, Sri Mulyani sempat mengatakan bahwa Facebook juga belum membayar pajak. Oleh sebab itu, Sri Mulyani berjanji akan terus mengejar terkait masalah pembayaran pajak dari pemilik perusahaan Facebook dan Google tersebut.
Untuk menetapkan perusahaan IT sebagai wajib pajak baru, Mantan Direktur Bank Dunia ini menyebutkan harus ada aturan baru yaitu yang berasal dari Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo). Ia akan segera berkoordinasi lebih erat lagi dengan Menkominfo Rudiantara untuk menyinkronkan kebijakan pemungutan pajak perusahaan BUT tersebut
Berita lainnya tentang rasio pajak tahun 2018 yang belum beranjak dari 11% dan defisit anggaran yang melebar sebagai dampak dari adanya potensi penerimaan pajak. Berikut ulasan ringkas beritanya:
Tahun depan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mempunyai modal baru untuk menggenjot pajak, yakni akses data nasabah industri keuangan. Namun otoritas pajak belum akan memanfaatkan data tersebut untuk menggenjot penerimaan negara. Indikasinya adalah target tax ratio tahun depan masih di sekitar 11%, sama dengan target tahun ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan dengan target pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,2%-5,6%, hanya membutuhkan tax ratio maksimal 11%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan adanya potensi shortfall atau melesetnya target penerimaan pajak sebesar Rp50 triliun. Potensi shortfall tersebut akan mengakibatkan defisit anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 diperlebar menjadi 2,6% dari yang sebelumnya 2,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Artinya akan ada penambahan utang untuk periode tahun ini.
Setelah Hong Kong, pemerintah Indonesia bakal segera melakukan kesepakatan perjanjian secara bilateral dengan negara Singapura, Macau, Swiss, dan Inggris (United Kingdom/UK) dalam rangka pelaksanaan sistem keterbukaan dan akses pertukaran informasi (Automatic Exchange of Information/AEoI). Menurut Sri Mulyani kesepakatan dari negara-negara suaka pajak tersebut sangat penting untuk mengungkap harta-harta yang masih terparkir di negara-negara tersebut sehingga bisa segera mengalir kembali ke dalam negeri.
Kewenangan Ditjen Pajak untuk mengintip rekening seluruh nasabah perbankan di Indonesia menurut Komisi XI DPR RI seharusnya diprioritaskan hanya kepada Warga Negara Asing (WNA). Anggota Komisi XI DPR RI Donny Imam Priambodo mengungkapkan pemerintah sejak awal menyatakan bahwa pembukaan data rekening nasabah perbankan adalah untuk keperluan AEoI. Oleh sebab itu, menurutnya aturan tersebut seharusnya diberlakukan hanya untuk orang asing.
Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal kedua tahun ini lebih rendah dari yang diperkirakan. Sebelumnya, bank sentral memperkirakan ekonomi dalam tiga bulan kedua tahun ini bisa mencapai 5,11%. Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan walau secara umum investasi swasta mulai bangkit, tak hanya investasi bangunan, tetapi juga investasi non bangunan. Namun, pertumbuhan ekonomi kuartal kedua tahun ini akan sedikit lebih rendah dari perkiraan awal.
Paket Kebijakan Ekonomi XV bagi penyedia jasa logistik nasional diharapkan dapat memangkas biaya logistik di Indonesia menjadi kurang dari 20%. Selain menghilangkan dan menerbitkan berbagai peraturan agar lebih efisien, juga perlu ada jalur logistik yang jelas sehingga tidak memengaruhi pergerakan barang. Sekretaris DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Barat R Budi Setiawan mengatakan Paket Kebijakan Ekonomi ke-15 ini sebetulnya sudah lama ditunggu oleh penyedia jasa logistik agar logistik di Indonesia semakin efisien. (Amu)