Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menyatakan implementasi kebijakan pajak sebagaimana diatur dalam UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) berpotensi terhambat.
Merujuk pada Nota Keuangan RAPBN 2024, pemerintah menyebut implementasi kebijakan pajak sesuai dengan UU 7/2021 tentang HPP berpotensi terhambat akibat belum rampungnya aturan turunan yang dibutuhkan.
"Terdapat beberapa risiko pelaksanaan UU HPP antara lain penyusunan peraturan turunan dari UU HPP membutuhkan waktu yang panjang sehingga belum selesai seluruhnya pada tahun 2024," tulis pemerintah dalam nota keuangan, dikutip pada Minggu (20/8/2023).
Kalaupun peraturan turunan sudah selesai disusun, aturan turunan dari UU HPP baru bisa diterapkan secara efektif setelah sosialisasi yang tentu memakan waktu. Selain itu, terdapat juga risiko timbulnya resistensi di tengah masyarakat atas aturan turunan UU HPP.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan UU HPP, pemerintah berencana melaksanakan sosialisasi secara komprehensif melalui berbagai platform. Harapannya, pesan yang hendak disampaikan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Selanjutnya, pemerintah menilai pemanfaatan data yang bersumber dari beragam kebijakan seperti program pengungkapan sukarela (PPS), integrasi NIK-NPWP, dan pertukaran data juga berpotensi tidak optimal karena kurang berkualitasnya data yang diterima dari program dimaksud.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah berencana memperkuat koordinasi antarinstansi dalam melakukan pertukaran data yang berkualitas guna meningkatkan basis data perpajakan.
Terkait dengan cukai, pemerintah berencana untuk menetapkan produk plastik minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sebagai barang kena cukai (BKC) pada tahun depan.
Meski demikian, penyusunan regulasi atas kedua calon BKC tersebut berpotensi terhambat karena adanya beragam pertimbangan, terutama terkait daya beli masyarakat. (rig)