KEBIJAKAN PAJAK

ESDM Minta Kenaikan Pajak BBM Dikaji Ulang, Surati Kemenkeu-Kemendagri

Dian Kurniati
Rabu, 31 Januari 2024 | 12.00 WIB
ESDM Minta Kenaikan Pajak BBM Dikaji Ulang, Surati Kemenkeu-Kemendagri

Petugas Dinas Perindustrian dan Perdagangan melakukan tera ulang takaran bahan bakar minyak (BBM) di salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Kediri, Jawa Timur, Rabu (24/1/2024). ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/tom.

 

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian ESDM meminta tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) menjadi paling tinggi 10% dikaji ulang.

Dirjen Migas Tutuka Ariadji mengatakan kenaikan tarif PBBKB berpotensi menimbulkan sejumlah persoalan di lapangan. Oleh karena itu, Kementerian ESDM akan meminta Kemenkeu dan Kemendagri kebijakan kenaikan tarif PBBKB tersebut.

"Kami akan menyampaikan surat resmi kepada Kemendagri dan juga nanti kepada Kementerian Keuangan [mengenai] permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul di lapangan," katanya, dikutip pada Rabu (31/1/2024).

Tutuka mengatakan Kementerian ESDM belum berkomunikasi dengan Kemenkeu dan Kemendagri mengenai kenaikan tarif PBBKB. Selain itu, komunikasi juga tidak terjalin antara Kementerian ESDM dan pemda walaupun perda yang mengatur PBBKB telah disahkan.

Melalui UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), tarif PBBKB ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Namun, khusus tarif PBBKB untuk bahan bakar kendaraan umum, dapat ditetapkan paling tinggi 50% dari tarif PBBKB untuk kendaraan pribadi.

Sebetulnya, ketentuan tarif PBBKB tersebut tidak berubah dari yang diatur dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Namun, sejumlah provinsi seperti DKI Jakarta memilih menaikkan tarif PBBKB saat menyusun perda PDRD sebagai pelaksana UU HKPD.

Ketentuan pajak dalam UU HKPD, termasuk mengenai PBBKB telah resmi berlaku mulai 5 Januari 2024.

Dia menjelaskan ada sejumlah potensi persoalan yang timbul dari kenaikan tarif PBBKB. Pertama, badan usaha (BU) niaga migas seperti agen BBM dan SPBU perlu melakukan persiapan teknis untuk melaksanakan kenaikan tarif PBBKB karena tangki dan dispenser BBM subsidi dan nonsubsidi berbeda.

Kedua, kenaikan tarif PBBKB yang berbeda setiap pemda dapat memicu permasalahan sosial. Terlebih, kebijakan kenaikan tarif PBBKB dinilai belum tersosialisasi dengan baik.

Ketiga, kenaikan tarif PBBKB dapat menyebabkan permasalahan hukum karena menyangkut wajib bayar dan wajib pungut.

Tutuka berharap Kemenkeu, Kemendagri, dan pemda dapat mengevaluasi penerapan tarif baru PBBKB terutama dalam suasana pemilu yang dinamis.

"Ini kan kita masa-masa yang dinamis, sampai pemilu nanti. Kami sangat mengharapkan untuk pemda-pemda yang terkait ini, peraturan daerah tentang ini, untuk coba dilihat betul dampak-dampak dari implementasinya," ujarnya.

Dia menambahkan Kementerian ESDM telah melakukan simulasi kenaikan tarif BBM nonsubsidi sejalan dengan perubahan tarif PBBKB. Apabila menggunakan tarif rata-rata PBBKB sebesar 5%, harga BBM pada Februari 2024 akan senilai Rp13.546 per liter. Adapun jika tarif PBBKB naik menjadi 10%, harga BBM akan menjadi Rp14.130 per liter.

Menurutnya, kenaikan harga BBM tersebut tergolong signifikan dan dapat berpengaruh pada kenaikan harga dan laju inflasi. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.