Warga melintas dengan latar belakang PLTU Suralaya di Kota Cilegon, Banten, Rabu (6/12/2023). Pemerintah menyiapkan program percepat pensiun PLTU sebagai langkah menurunkan emisi karbon guna mencapai target netral karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/YU
JAKARTA, DDTCNews - Indonesia berpotensi meraup cuan dalam skala besar melalui perdagangan karbon. Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan Indonesia memiliki nature based solutions (NBS) atau ecological based approach dari perdagangan karbon hingga 1,5 GT CO2eq per tahun. Nilai keenomiannya mencapai Rp112,5 triliun atau US$7,5 miliar.
Luhut menambahkan, potensi pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan ini harus dibarengi dengan implementasi carbon pricing yang berstandar internasional.
"Saat kita berupaya menuju masa depan net-zero. Semua komitmen beralih dari bahan bakar fosil, mempercepat pengurangan emisi NDC yang ambisius dan berskala ekonomi, dan mendorong 3 kali lipat energi terbarukan dan 2 kali lipat efisiensi energi pada tahun 2030," ujar Luhut dalam sesi World Economic Forum, dikutip pada Senin (20/5/2024).
Luhut juga menyinggung inisiatif Indonesia di sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20, yakni Global Blended Finance Alliance (GBFA) yang menurutnya juga dapat menjadi solusi mengahadapi tantangan global perubahan iklim. GBFA, imbuhnya, juga mendukung pencapaian SDGs untuk negara-negara berkembang, LDCs, negara kepulauan, dan Kolaborasi Global Selatan.
"Melalui GBFA, kami meletakkan dasar bagi perubahan transformatif, memanfaatkan mixed financing dan pengetahuan masa depan untuk mempercepat penciptaan nilai dan investasi di sektor-sektor ekonomi utama," jelas Luhut.
Luhut menambahkan GBFA bukan hanya solusi untuk mengatasi transisi energi. Namun, Indonesia juga memimpin dalam bidang hutan dan bakau sebagai bagian dari solusi berbasis alam untuk aksi iklim,.
Sejalan dengan hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif berharap GBFA dapat membantu Indonesia mewujudkan net zero emission (NZE) pada tahun 2060 mendatang.
Untuk meujudkan NZE, pemerintah akan melakukan diversifikasi energi dengan mengoptimalkan pemanfataan sumber-sumber energi terbarukan.
Diversifikasi energi adalah kunci untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060. Dengan komitmen dan kerjasama dari semua pihak, target ini dapat tercapai dan Indonesia dapat beralih ke masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Guna mendukung penerapan perdagangan karbon, pemerintah Indonesia sebenarnya juga menyiapkan skema pemajakan atas karbon.
Melalui UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah mulai mengatur soal pajak karbon sebagian upaya pengendalian emisi karbon. Pajak karbon semula direncanakan berlaku mulai 1 April 2022, tapi hingga saat ini belum terimplementasi.
Pajak karbon dikenakan menggunakan mekanisme cap and trade. Pada tahapan awal, pajak karbon akan dikenakan pada PLTU batu bara dengan tarif Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. (sap)