Pekerja Pertamina EP Papua Field melakukan pengawasan kegiatan Drilling Steam Test (DST) di area pengeboran sumur eksplorasi Buah Merah (BMR)-001, Distrik Klasafet, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Senin (10/6/2024). ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/aww/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terus memantau dampak realisasi lifting minyak dan gas (migas) yang rendah terhadap penerimaan negara.
Sri Mulyani mengatakan realisasi lifting migas masih jauh lebih rendah dari asumsi pada APBN 2024. Lifting migas yang rendah pun berdampak pada penerimaan negara, baik perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"Lifting minyak dan gas jauh di bawah yang diasumsikan, sementara harga minyaknya cenderung sekarang lemah di bawah asumsi. Jadi penerimaan dari PNBP maupun pajak migas terlihat mengalami kontraksi," katanya, dikutip pada Sabtu (28/9/2024).
Sri Mulyani mengatakan realisasi lifting minyak pada Agustus 2024 hanya 569.600 barel per hari. Sedangkan pada UU APBN, asumsi lifting minyak adalah 635.000 barel per hari.
Kemudian untuk lifting gas, tercatat 969.100 barel setara minyak per hari. Adapun asumsi lifting gas pada APBN 2024 mencapai 1,03 juta barel setara minyak per hari.
Realisasi lifting migas ini memiliki keterkaitan erat dengan APBN. Sebab, asumsi lifting migas juga menjadi dasar dalam penetapan target pendapatan perpajakan dan PNBP.
Hingga Agustus 2024, pendapatan negara tercatat senilai Rp1.777 triliun atau terkontraksi 2,5%. Realisasi ini setara 63,4%.
Pendapatan tersebut terutama ditopang oleh perpajakan yang realisasinya senilai Rp1.379,8 triliun yang terdiri atas pajak Rp1.196,5 triliun serta kepabeanan dan cukai Rp183,2 triliun. Penurunan lifting migas antara lain berdampak pada komponen penerimaan PPh migas yang minus 10,23%.
Sedangkan untuk PNBP, realisasinya senilai Rp383,8 triliun. Penurunan lifting migas pun menyebabkan kontraksi pada komponen PNBP SDA migas sebesar 5,1%. (sap)