Dirjen Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti.
JAKARTA, DDTCNews – Kemenkeu membuka opsi untuk mengubah skema penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) tahun depan.
Dirjen Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti mengatakan secara prinsip penyaluran DAU tidak bisa bersifat final seperti yang dilakukan saat ini. Pasalnya, formulasi DAU ikut menyertakan kinerja realisasi penerimaan domestik neto.
“Yang namanya DAU ini kan termasuk dalam penerimaan domestik neto seperti pajak dan lain-lain. Kinerja penerimaan itu akan berpengaruh terhadap seberapa banyak yang bisa di belanjakan atau dibagikan kepada daerah," katanya di ruang pers Kemenkeu, Rabu (15/1/2020).
Astera mengungkapkan kajian tengah dilakukan Kemenkeu untuk mengubah mekanisme penyaluran DAU tidak lagi bersifat final. Kebijakan yang berlaku sejak dua tahun ini masih terbuka untuk direvisi dengan mempertimbangkan kinerja penerimaan yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat.
Menurutnya, untuk mengubah aturan final dalam penyaluran DAU, pemerintah akan memperhatian kapasitas fiskal daerah. Untuk saat ini, kapasitas fiskal tiap daerah sangat beragam dan memerlukan penelaahan lebih dalam menyangkut implikasi perubahan kebijakan.
"Kita sedang mengkaji bagaimana nanti di 2021 dengan memperhatian dinamika yang ada," ungkapnya.
Astera menambahkan, latar belakang otoritas fiskal menyalurkan DAU dengan skema final adalah untuk menjawab tuntutan daerah agar perencanaan anggaran lebih pasti. Pasalnya, dengan skema final, jatah daerah telah ditetapkan sejak awal dan tidak akan berkurang meskipun kinerja penerimaan sedang tertekan seperti yang terjadi pada tahun lalu.
“DAU kita finalkan karena banyak sekali aspirasi dari daerah untuk menjamin bahwa mereka bisa melakukan perencanaan spending dengan lebih baik maka daerah minta ini [DAU] difinalkan," imbuhnya.
Seperti diketahui, dalam APBN 2020, alokasi TKDD mencapai Rp784,9 triliun. DAU memakan porsi paling besar senilai Rp427,1 triliun. komponen TKDD lainnya adalah DBH (Rp117,6 triliun), DAK Fisik (Rp72,2 triliun), DAK non-Fisik (Rp130, 3 triliun), Dana Insentif Daerah (Rp15 triliun), serta Dana Otsus dan Keistimewaan DIY (Rp22,7 triliun). (kaw)