Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews—Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) masih terus mengkaji wacana penggantian pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan bermotor menjadi cukai emisi karbon.
Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi DJBC Deni Surjantoro mengatakan hingga saat ini belum ada kepastian apakah wacana tersebut akan terealisasi atau justru dibatalkan, meski direncanakan berlaku pada 2021.
“Masih belum selesai kajiannya, mana yang akan diimplementasikan. Memang ada tujuan untuk mengganti, tapi kami masih belum tahu,” katanya kepada DDTCNews, Selasa (26/5/2020).
Deni menjelaskan kajian mengenai wacana perubahan PPnBM menjadi cukai emisi karbon perlu dilakukan secara hati-hati. Hal ini bertujuan agar upaya pemerintah mengendalikan konsumsi bahan bakar fosil, sekaligus emisi karbon dapat berjalan efektif.
“Esensi cukai ini, kan, untuk mengendalikan konsumsi barang yang merusak lingkungan. Semangatnya sama seperti rencana cukai plastik,” ujarnya.
Wacana mengganti PPnBM kendaraan bermotor menjadi cukai emisi karbon sebelumnya telah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati awal tahun ini. Namun DJBC menegaskan wacana itu tak bisa dilakukan secara tiba-tiba.
Saat ini, DJBC telah menyiapkan dua pilihan skema untuk pengenaan cukai karbon dengan mencontoh negara-negara lain. Skema pertama adalah memungut cukai karbon untuk setiap pembelian kendaraan bermotor baru.
Sementara skema kedua seperti yang saat ini sudah berlaku di Inggris, pungutan cukai karbon tersebut dilakukan setiap tahun lantaran kendaraan terus memproduksi karbon setiap kali digunakan.
Di sisi lain, rencana perubahan PPnBM menjadi cukai juga perlu dikonsultasikan kepada DPR. Pasalnya, ketentuan mengenai pemungutan PPnBM kendaraan bermotor diatur dalam UU No. 42/2009 tentang PPN dan PPnBM. (rig)