UU CIPTA KERJA

Soal Pajak dalam UU Cipta Kerja, Ini Kata Kepala BKF

Dian Kurniati
Selasa, 06 Oktober 2020 | 16.53 WIB
Soal Pajak dalam UU Cipta Kerja, Ini Kata Kepala BKF

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu. (tangkapan layar Youtube DJP)

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan menyatakan UU Cipta Kerja akan membuat sistem pajak di Indonesia lebih sederhana dan terprediksi.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan selama ini kemudahan dalam membayar pajak menjadi salah satu penyebab posisi peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) Indonesia rendah. Melalui UU Cipta Kerja, menurutnya, pemerintah telah meringkas dan merelaksasi pembayaran pajak.

"Masalah pajak kan juga nomor paling jelek di EoDB-nya. Orang mau bayar pajak kok masih merasa sulit. Itu kan aneh persepsinya. Kami inginnya orang-orang membayar pajak sesimpel mungkin, se-predictable mungkin," katanya dalam Forum Merdeka Barat, Selasa (6/10/2020).

Febrio mengatakan pemerintah telah memasukkan isu penting RUU Omnibus Law Perpajakan ke dalam klaster Perpajakan UU Cipta Kerja. Menurutnya, klaster Perpajakan itu juga memainkan peran penting dalam mendukung kemudahan berusaha di Indonesia, terutama mulai 2021.

Febrio menyebut World Bank menempatkan Indonesia dalam peringkat ke-73 dari 190 negara dengan skor kemudahan berusaha 69,6, pada tahun ini. Peringkat itu meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 68,2. Namun, peringkat EoDB Indonesia cenderung stagnan di posisi 73 sejak 2019.

Sementara pada kemudahan dalam membayar pajak, Indonesia berada pada peringkat ke-81 dari 190 negara. Skornya 75,8, meningkat dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya 68,4. Febrio berharap skor dan peringkat kemudahan membayar pajak Indonesia akan terus meningkat setelah UU Cipta Kerja berlaku.

"Inilah yang kemudian dibuat semakin banyak kepastian dalam konteks [pajak] ini, yang juga ada di dalam omnibus law," ujarnya.

Pada UU Cipta Kerja yang disahkan DPR RI kemarin, terdapat klaster Perpajakan yang memuat 4 pasal. Keempat pasal itu mengubah UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.