Pekerja UMKM menjemur kerupuk di Menteng Atas, Jakarta, Kamis (6/10/2022). ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak perlu memahami kembali bahwa UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengatur tentang adanya batas omzet tidak kena pajak sampai dengan Rp500 juta. Ketentuan ini berlaku bagi wajib pajak orang pribadi UMKM yang selama ini dikenai PPh final bertarif 0,5% sesuai dengan PP 23/2018.Â
Namun, perlu dicatat bahwa aturan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) bagi UMKM ini baru berlaku mulai tahun pajak 2022. Artinya, atas tahun pajak sebelum 2022 masih bisa dikenai PPh final UMKM sesuai PP 23/2018.Â
"Ketentuan tersebut [PTKP untuk pelaku UMKM] berlaku mulai tahun pajak 2022. Jadi untuk tahun 2021 atas usaha wajib pajak masih bisa dikenai pajak penghasilan," cuit Ditjen Pajak (DJP) melalui akun @kring_pajak, dikutip Kamis (13/10/2022).Â
Seluruh wajib pajak orang pribadi yang memanfaatkan PPh final UMKM sejak 2018 atau sebelumnya masih dapat memanfaatkan ketentuan batasan peredaran bruto tidak kena pajak ini. Hal ini dikarenakan sesuai dengan PP 23/2018, penggunaan PPh final untuk wajib pajak orang pribadi adalah 7 tahun.
Penjelasan DJP di atas menjawab pertanyaan seorang wajib pajak melalui kanal Twitter. Sebuah akun mengaku tiba-tiba didatangi petugas pajak ke rumahnya untuk menagih pajak terutang senilai Rp250.000 atas tahun pajak 2021. Angka tersebut diperoleh dari nilai penghasilan yang diperoleh dari usaha pulsa.Â
"Padahal data tidak valid, [omzet] kurang dari Rp500 juta. Apakah harus dibayar?" tanya wajib pajak tersebut.Â
Sebagai informasi, sampai saat ini belum ada aturan turunan dari UU HPP yang mengatur lebih lanjut mengenai ketentuan omzet tidak kena pajak sampai dengan Rp500 juta bagi WP orang pribadi. PPh final hanya perlu dibayarkan atas selisih nilai omzet di atas Rp500 juta dalam setahun pajak.Â
Wajib pajak orang pribadi UMKM diimbau untuk melakukan pencatatan secara mandiri menggunakan aplikasi M-Pajak guna mengetahui waktu mulai terutang PPh final. (sap)