LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2025

Pemanfaatan Data Transaksi Fintech untuk Topang Penerimaan Pajak

Redaksi DDTCNews
Rabu, 24 September 2025 | 10.00 WIB
Pemanfaatan Data Transaksi Fintech untuk Topang Penerimaan Pajak
Mohamad Komarudin,
Kota Tangerang, Banten

PENERIMAAN pajak diproyeksikan cuma mencapai 94,9% dari target pada 2025. Angka tersebut diungkapkan oleh pemerintah dalam Laporan Semester (Lapsem) I APBN 2025 kepada DPR.

Dalam laporan itu, pemerintah menyampaikan outlook penerimaan pajak hingga akhir tahun 2025 senilai Rp2.076,9 triliun sehingga tidak mampu melampaui target yang telah diamanahkan dalam APBN 2025, yakni sejumlah Rp2.189,3 triliun.

Berkaca dari realisasi penerimaan pajak semester I/2025 yang tidak menyentuh separuh target, yakni cuma 38% atau senilai Rp837,8 triliun, diperlukan strategi tambahan biar target tercapai. Jurus jitu diperlukan untuk menjaga defisit APBN tetap di bawah 3% sesuai dengan amanat undang-undang.

Apa strategi yang perlu disiapkan?

Sektor ekonomi digital menawarkan solusi tambahan penerimaan. Salah satu bentuk ekonomi digital yang telah diatur praktik pemajakannya adalah teknologi finansial (tekfin) atau financial technology (fintech). PMK 69/2022 mengatur bagaimana pengenaan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) dari transaksi fintech.

Pemajakan atas transaksi fintech terbukti memberikan kontribusi terhadap penerimaan. Hingga Juli 2025, pajak fintech menyumbang Rp3,88 triliun. Nilai kontribusi dari pajak fintech terus naik setiap tahunnya, yakni Rp446,39 miliar pada 2022, Rp1,11 triliun pada 2023, Rp1,48 triliun pada 2024, dan Rp841,07 miliar (Januari-Juli 2025).

Pemanfaatan Data Fintech

Meskipun pengenaan PPh dan PPN pada transaksi fintech sudah memberikan kontribusi terhadap penerimaan pajak, pemerintah perlu memanfaatkan data transaksi yang berhubungan dengan layanan fintech. Fintech yang dimaksud tentu yang dijalankan oleh penyelenggara berizin dan/atau terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Sebagaimana tercantum dalam PMK 69/2022, yang termasuk dalam transakasi fintech di antaranya adalah layanan penyediaan jasa pembayaran berupa payment gateway dan transfer dana (kirim dan terima uang).

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (BI) Nomor 18/40/PBI/2016 yang juga dijadikan acuan dalam PMK 69/2022, payment gateway adalah layanan elektronik yang memungkinkan pedagang untuk memproses transaksi pembayaran dengan menggunakan alat pembayaran seperti kartu, uang elektronik, dan/atau proprietary channel.

Dengan adanya payment gateway, merchant atau pedagang dimudahkan dalam menerima pembayaran dari customer. Metode pembayaran yang dimanfaatkan pelanggan bisa bermacam-macam, seperti QRIS, EDC, transfer antarbank ataupun melalui toko retail.

Peran payment gateway pada masa mendatang akan sangat dibutuhkan dalam ekosistem pembayaran digital. Selain menyelenggarakan jasa payment gateway, beberapa perusahaan juga menjalankan jasa transfer dana termasuk juga jasa money remittance.

Sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk melakukan penggalian potensi sektor ekonomi digital, berkembangnya jasa fintech perlu dipandang oleh otoritas pajak sebagai peluang. Otoritas pajak bisa memanfaatkan data dari pengguna jasa payment gateway, jasa transfer dana lokal maupun jasa money remittance untuk pengiriman atau penerimaan uang antar negara.

Beberapa data yang kemungkinan bisa dimanfaatkan, salah satunya, adalah identitas merchant dan nilai peredaran usaha dari merchant yang menggunakan jasa payment gateway. Kemudian, data terkait jasa transfer dana atau money remmitance, antara lain pihak penerima/pengirim dana, peruntukan transfer sebagai pembayaran, hingga berapa jumlah dana yang ke luar negeri dan berapa jumlah dana yang masuk ke dalam negeri.

Kebijakan saat ini sebenarnya telah mengatur bahwa atas penggunaan jasa fintech merupakan jasa kena pajak. Selain itu, penyelenggara jasa fintech yang telah dikukuhkan sebagai PKP wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan jasa kena pajak tersebut.

Kendati begitu, pelaku usaha masih memungkinkan membuat faktur pajak digunggung karena penyerahan jasa langsung ke konsumen akhir. Apabila penyelenggara jasa fintech menerbitkan faktur pajak digunggung, maka pihak pengguna jasa atau merchant tidak dapat diketahui identitasnya. Begitu juga dengan jenis transaksi dari jasa fintech tersebut.

Solusi Konkret

Agar otoritas pajak bisa mengetahui identitas dari pihak yang menggunakan jasa fintech, wajib pajak yang menyelenggarakan jasa fintech perlu diimbau untuk mengisi secara detail pihak yang bertransaksi dan jenis transaksi jasanya saat pembuatan faktur pajak digunggung.

Dengan demikian, identitas merchant atau pengguna jasa dan jenis jasa yang diberikan dapat diketahui dalam jangka pendek. Selanjutnya, otoritas pajak dapat juga bekerja sama dengan OJK, Asosiasi Payment Gateway Indonesia (APGI), atau Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) untuk menjajaki apakah tersedia data pengguna jasa layanan fintech.

Adapun dalam jangka panjang, pemerintah dapat mengkaji kembali agar transaksi atas penyelenggaraan jasa fintech diharuskan menggunakan faktur pajak standar. Dengan faktur pajak standar maka data-data atas identitas maupun jenis transaksi dapat dengan mudah diperoleh oleh otoritas pajak.

Penulis berharap strategi ini bisa diadopsi oleh pemerintah untuk memperluas basis data tanpa menimbulkan tambahan beban pajak bagi wajib pajak. Basis data yang meluas diharapkan bisa mendongkrak penerimaan negara dalam jangka pendek dan jangka panjang.

Pada akhirnya, dengan mencermati kondisi saat ini perluasan basis pajak merupakan langkah yang lebih perlu dikedepankan sebagai upaya mengoptimalkan penerimaan pajak sehingga tidak perlu meningkatkan tarif pajak yang rentan ditolak oleh masyarakat.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2025. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-18 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp75 juta di sini.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.