Tampilan depan buku berjudul ‘Pajak dan Pendanaan Peradaban Indonesia’ karya Gatot Subroto.
KONTRAPRESTASI, kepercayaan, partisipasi masyarakat, serta komitmen politik menjadi penentu kesuksesan pemajakan, tidak terkecuali di Indonesia.
Beruntungnya, keempat aspek tersebut dapat ditemukan dalam sistem demokrasi yang dianut oleh Indonesia. Dalam sistem ini, masyarakat memiliki suara dalam menentukan kebijakan perpajakan sekaligus pembelanjaan dana perpajakan yang dikumpulkan. Secara ideologis, sistem demokrasi menjadi sistem paling kondusif bagi tumbuhnya kepatuhan sukarela.
Keempat aspek tersebut menjadi proposisi utama dalam buku berjudul ‘Pajak dan Pendanaan Peradaban Indonesia’ karya luar biasa dari Gatot Subroto. Buku ini merupakan edisi perdana Seri Pajak dan Pembangunan yang diterbitkan oleh DDTC Fiscal Research. Dalam buku ini, penulis mengupas pajak dari sisi ilmu administrasi publik dan induknya, yaitu ilmu politik.
“Selaras dengan misi menempatkan pajak sebagai isu politik, reformasi pajak juga semestinya ditelisik dari kacamata politik,” demikian pernyataan penulis yang dikutip dalam buku tersebut.
Penentu keberhasilan pemajakan yang pertama adalah manfaat (kontraprestasi) yang diberikan negara. Dalam sistem demokrasi, masyarakat memandang hubungannya dengan negara bukan sekadar koersif melainkan sebagai pertukaran saling menguntungkan. Memang tidak ada kontraprestasi langsung. Namun, jika pemajakan tidak memperhatikan sisi kemanfaatannya, yang terjadi adalah penzaliman.
Penentu kedua yaitu kepercayaan (trust) masyarakat kepada pemerintah. Proses pemajakan sejatinya merupakan kontrak sosial secara fiskal. Kontrak imajiner ini secara riil membentuk moral pajak (tax morale) dan budaya pajak (tax culture). Beberapa faktor yang memengaruhi tingkat kepercayaan ini adalah kualitas pelayanan publik, tingkat korupsi, efektivitas belanja negara, uniformitas penegakan hukum, dan lain sebagainya.
Selanjutnya, partisipasi masyarakat menjadi penentu ketiga keberhasilan pemajakan. Sistem perpajakan modern bersandar pada kerja sama antara pemerintah dan pembayar pajak. Hal ini dapat berjalan dengan baik jika ditopang oleh kedua belah pihak, bukan hanya pada keberhasilan administrasi pajak. Oleh karena itu, reformasi perpajakan seharusnya mencakup dua sisi agar sistem seimbang dan berjalan efektif, efisien, serta ekonomis.
Terakhir, penentu keberhasilan pemajakan juga tergantung pada komitmen politik. Strategi reformasi yang mengandalkan aspek teknis, seperti perbaikan remunerasi, pelatihan personel, dan penekanan meritokrasi secara konseptual bagus. Namun, bila tidak ada dukungan kekuatan politik, strategi itu juga akan sulit berjalan. Beberapa proposisi ini menginsyaratkan pentingnya reformasi fundamental dan holistik yang mencakup penataan institusi dan penguatan legitimasi negara.
Penulis membawa keempat proposisi itu dalam beberapa bagian dalam buku ini. Berdasarkan penjelasan penulis, buku ini terbagi menjadi tiga bagian utama yang terdiri atas sembilan bab. Bagian pertama (empat bab) berisi sejarah dan fitur-fitur reformasi. Potret keadaan administrasi pajak dan capaian refotmasi juga masuk dalam bagian ini.
Bagian kedua (tiga bab) berisi terkait assessment terhadap lingkungan, tempat proses perpajakan berpijak. Garis besar ikhtisar perjalanan dan pencapaian administrasi pajak di Indonesia juga masuk di dalam bagian ini. Identifikasi masalah, hambatan, serta tantangan yang dihadapi administrasi pajak juga menjadi bahasan dalam bagian ini.
Selanjutnya, bagian ketiga (dua bab) berfokus pada masa depan administrasi perpajakan Indonesia. Penulis mencoba mengidentifikasi sejumlah gagasan inisiatif strategis untuk memuluskan penciptaan kehidupan perpajakan yang sehat dengan memanfaatkan peluang yang ada, sekaligus mengatasi tantangan untuk pembenahan perpajakan secara menyeluruh. Penulis juga mengungkapkan gagasannya mengenai penataan institusi administrasi pajak di masa depan.
Beberapa masalah teknis memang tidak dibahas karena buku ini berusaha untuk mengisi celah kekosongan literatur dan menyadarkan pembaca dan masyarakat Indonesia pada umumnya bahwa pajak seharusnya menjadi isu politik, tidak hanya hukum. Padahal, praktik perpajakan di Indonesia sebenarnya sudah mulai beranjak dari pendekatan hukum ke politik. Hal ini terlihat dari penekanan pada orientasi pelayanan pajak.
“Buku ini mengajukan bukan hanya what dan how, tetapi yang terpenting adalah why suatu kebijakan atau keputusan (sebaiknya) diambil,” imbuh penulis.
Seri Pajak dan Pembangunan merupakan seri buku yang ditulis oleh insan perpajakan di Indonesia dengan dukungan dari DDTC Fiscal Research. Kehadiran seri buku ini sejalan dengan misi DDTC untuk mengurangi asimetri informasi perpajakan di Tanah Air. Seri buku ini juga wujud konkret DDTC Fiscal Research untuk berkontribusi positif dalam mewarnai sistem pajak Indonesia menjadi lebih baik lagi.
Melalui edisi pertama ini, DDTC Fiscal Research juga mengundang civitas akademis, peneliti, pemerhati, praktisi, serta seluruh insan perpajakan Tanah Air yang giat dalam menulis untuk berkontribusi dalam edisi selanjutnya. (kaw)