SETIAP negara memiliki persoalan administrasi pajak yang unik dan terus berkembang. Secara khusus, buku terbitan 2016 yang berjudul Challenges of Indian Tax Administration ini mengupas hal tersebut dalam konteks negara India.
Adapun topik-topik yang menjadi pembahasan antara lain seputar layanan informasi seperti Taxpayer Information Services (TIS), ekstensifikasi basis pajak, peningkatan kepatuhan pajak, serta dokumen dan metode transfer pricing.
Ada pula bahasan mengenai resolusi sengketa pajak, pemulihan utang pajak, serta analisis data perpajakan. Intinya, aspek-aspek yang diulas sangat berkaitan dan kontekstual dengan kondisi yang terjadi di Indonesia.
Dalam buku itu, Bagchi dan Chand meyakini adanya suatu kepatuhan sukarela (voluntary compliance) dari wajib pajak dapat memudahkan sistem administrasi pajak. Dari kacamata penulis, setidaknya ada tiga faktor utama yang mendasari perilaku tersebut.
Pertama, adanya kepastian (certainty) dalam hal jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Kedua, adanya kenyamanan (convenience) dalam melaksanakan kewajiban pajaknya. Ketiga, adanya perilaku (attitude) positif otoritas pajak yang berkaitan dengan pelayanan dan pendampingan.
Di India, otoritas pajak telah membenahi administrasi pajak dari waktu ke waktu. Sayangnya, penelitian berbentuk survei atas persepsi atau kepuasan wajib pajak di India dirasa masih kurang optimal. Hal ini berpengaruh pada efisiensi dan efektivitas sistem administrasi yang sudah ada terhadap peningkatan kepatuhan wajib pajak.
Selain itu, basis pajak di India masih tergolong rendah, yakni kurang dari 4% dari total populasi. Tidak hanya itu, wajib pajak di India yang menyampaikan surat pemberitahuan tahunan (SPT) hanya kurang dari 3%.
Pada umumnya, negara-negara dengan persentase wajib pajak cukup besar juga mempunyai sistem administrasi pajak yang terbilang sukses. Alhasil, penulis berpendapat masih banyak aspek yang perlu dibenahi di India, khususnya terkait dengan administrasi pajak.
Lebih lanjut, basis pajak yang rendah erat kaitannya dengan keberadaan sektor ekonomi informal. Selain itu, ada pula potensi pajak yang kurang dilaporkan (underreporting) maupun tidak dilaporkan (nonreporting) yang berada di sektor ekonomi formal. Di India, penulis mengestimasi potensi ekonomi yang hilang sebanyak 15% dari sektor informal.
Selain permasalahan basis pajak dan tingkat kepatuhan, buku ini juga memuat isu-isu yang berkaitan dengan transfer pricing. Melalui sebuah analisis komparasi, penulis memaparkan implementasi di negara-negara lain terkait dengan acuan dalam menyusun dokumen transfer pricing.
Di bagian akhir, penulis mengusulkan suatu bentuk dokumen yang dapat membantu wajib pajak maupun otoritas pajak dalam memitigasi proses litigasi terkait dengan transfer pricing.
Dijelaskan pula mengenai metode-metode transfer pricing yang diadopsi di India atau negara-negara lain beserta aturan-aturan baru yang berlaku. Dalam praktiknya, resolusi sengketa pajak yang efektif dan efisien dapat meningkatkan kemudahan usaha di berbagai yurisdiksi. Hal tersebut dapat menarik investasi asing dengan lebih maksimal.
Kenaikan utang pajak (tax debt stock) dari tahun ke tahun memberikan permasalahan baru terhadap otoritas pajak di India. Permasalahan ini juga ditambah dengan persentase dari pajak yang telah dipungut terhadap utang pajak yang menunjukkan tren penurunan pada periode 2009 hingga 2014.
Buku ini sangat menarik dan disajikan secara sistematis. Pada tiap bagian, penulis mengawali analisis dengan penjabaran permasalahan administrasi pajak di India serta komparasi dengan negara-negara lain. Ada pula poin-poin kesimpulan atau rekomendasi di setiap akhir bagian.
Buku ini layak untuk dijadikan referensi yang mendasar, mengingat permasalahan-permasalahan administrasi pajak yang dibahas tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Indonesia. Tertarik membaca buku ini? Silakan datang ke DDTC Library!