APABILA membaca literatur kepabeanan maka kerap terlihat beragam istilah yang berkaitan dengan surat penetapan. Misal, surat penetapan sanksi administrasi. Pihak yang sering berkecimpung dengan kepabeanan tentu tidak asing dengan salah satu jenis penetapan dari pejabat bea dan cukai tersebut.
Namun, istilah itu boleh jadi kurang familier di telinga pihak yang tak banyak berinteraksi dengan urusan kepabeanan. Untuk itu, istilah surat penetapan sanksi administrasi cukup menarik untuk diulik. Lantas, apa itu surat penetapan sanksi administrasi?
Pengertian surat penetapan sanksi administrasi (SPSA) di antaranya tercantum dalam Perdirjen Bea dan Cukai No. P-01/BC/2011 s.t.d.d. Perdirjen Bea dan Cukai No. PER-09/BC/2016. Pasal 1 angka 12 beleid tersebut mendefinisikan SPSA sebagai:
“Surat penetapan pejabat bea dan cukai atas sanksi administrasi berupa denda yang bentuk, isi, dan tata cara pengisiannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang bentuk dan isi surat penetapan, surat keputusan, surat teguran, dan surat paksa.”
Selaras dengan pengertian itu, berdasarkan Pasal 8 PMK 51/2008 s.t.d.d. PMK 61/2018, SPSA memang berisi penetapan pengenaan sanksi administrasi berupa denda atas pelanggaran yang hanya mengakibatkan kewajiban membayar sanksi administrasi.
Selain sebagai penetapan sanksi, SPSA juga berfungsi sebagai pemberitahuan sekaligus penagihan kepada pihak yang terkena sanksi. Sederhananya, SPSA adalah surat yang diterbitkan pejabat bea dan cukai untuk menetapkan, memberitahukan, sekaligus menagih sanksi denda.
SPSA diterbitkan jika penetapan sanksi hanya mengakibatkan kewajiban membayar sanksi sesuai dengan ketentuan Pasal 7A ayat (7), Pasal 7A ayat (8), Pasal 8A ayat (3), Pasal 8C ayat (3), Pasal 8C ayat (4), Pasal 9A ayat (3), Pasal 10A ayat (4), 10A ayat (8), Pasal 10B ayat (6) UU Kepabeanan.
Selain itu, SPSA juga bisa diterbitkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal Pasal 10D ayat (5), Pasal 10D ayat (6), Pasal 11A ayat (6), Pasal 45 ayat (3), Pasal 52 ayat (1), Pasal 52 ayat (2), Pasal 81 ayat (3), Pasal 82 ayat (3) huruf b, Pasal 82 ayat (6), Pasal 86 ayat (2), Pasal 89 ayat (4), Pasal 90 ayat (4), dan Pasal 91 ayat (4) UU Kepabeanan.
Pasal-pasal tersebut mengatur pengenaan sanksi denda atas beragam jenis pelanggaran atau tindakan yang tidak memenuhi ketentuan UU Kepabeanan. Misal, pasal 52 ayat (1) mengenakan sanksi denda Rp50 juta kepada orang yang tidak menyelenggarakan pembukuan.
Hal ini berarti, orang yang tidak menyelenggarakan pembukuan akan dikenakan denda senilai Rp50 juta. Adapun denda itulah yang akan ditetapkan, diberitahukan, sekaligus ditagih kepada orang yang bersangkutan melalui SPSA. (rig)