SECARA umum, mata rantai kegiatan usaha hasil tembakau produksi dalam negeri meliputi dua rantai besar yang berstruktur secara vertikal yaitu produsen dan distributor. Kedua rantai tersebut dalam pandangan manajemen rantai pasok dapat dilakukan oleh dua badan usaha terpisah atau oleh satu badan usaha saja. Dua model struktur badan usaha tembakau tersebut memiliki dampak perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berbeda khususnya terkait pengkreditan PPN masukan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 174/PMK.03/2015 sebagaimana terakhir diubah dengan (s.t.d.d.) PMK Nomor 207/PMK.010/2016 (PMK 207/2016) diketahui PPN atas penyerahan hasil tembakau dilakukan satu kali di tingkat importir atau produsen hasil tembakau. Akibatnya, pada setiap penyerahan hasil tembakau yang dilakukan oleh selain importir atau produsen menjadi tidak terutang PPN. Lebih lanjut, PPN masukan yang terkait dengan penyerahan yang tidak terutang PPN menjadi tidak dapat dikreditkan. Dalam PMK 2017/2016 hal tersebut diatur dalam Pasal 7 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut.
“Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan hasil tembakau yang dilakukan oleh Pengusaha Penyalur, tidak dapat dikreditkan.”
Akan tetapi, PPN masukan yang dibayarkan oleh produsen hasil tembakau adalah dapat dikreditkan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) PMK 2017/2016 yang berbunyi sebagai berikut.
“Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang dilakukan oleh Produsen dan/atau Importir dapat dikreditkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Adanya perbedaan perlakuan PPN masukan terkait penyerahan hasil tembakau yang dilakukan oleh badan usaha produsen langsung dan yang dilakukan oleh badan usaha distributor menghasilkan ruang untuk dapat dilakukannya tax planning. Adapun salah satu skema tax planning yang dapat dilakukan apabila terdapat badan usaha produsen dan distributor dalam satu pengendalian kepemilikan adalah dengan melakukan integrasi vertikal.
Integrasi vertikal adalah peleburan dua badan usaha yang berada pada mata rantai hirarki misalnya dalam hal ini adalah produsen rokok dan distributor rokok (The Economist, 2009). Untuk lebih jelas memahami tax planning PPN melalui integrasi vertikal produsen rokok dan distributor rokok, dapat dilihat melalui ilustrasi kasus di bawah ini.
Grup perusahaan rokok ABCD terdiri dari PT AB sebagai produsen rokok dan PT CD sebagai distributor rokok. PT AB menjual seluruh hasil produksi rokoknya kepada PT CD untuk dijual kembali kepada pedagang grosir dan eceran sebelum pada akhirnya sampai ke konsumen akhir. Untuk mendistribusikan produk rokok tersebut, PT CD membeli truk dengan nilai Rp. 1.000,00 ditambah PPN Rp. 100,00. Adapun PPN masukan Rp. 100,00 tersebut tidak dapat dikreditkan sesuai Pasal 7 ayat (2) PMK 207/2016.
Terkait integrasi vertikal antara PT AB dan PT CD dapat dilakukan dengan cara peleburan usaha yaitu dengan meleburkan PT CD kepada PT AB. Setelah peleburan usaha, PT AB selaku produsen hasil tembakau dapat melakukan distribusi langsung kepada pedagang grosir dan eceran. PPN masukan yang terkait penyerahan hasil tembakau berupa rokok, termasuk PPN masukan dari pembelian truk dari contoh di atas adalah dapat dikreditkan sesuai Pasal 7 ayat (1) PMK 2017/2016.