Kepala KPP Pratama Bekasi Utara Anita Widiati. (foto: DJP)
PANDEMI Covid-19 mengharuskan pegawai pajak cepat beradaptasi untuk mengubah skema pelayanan kepada wajib pajak. Semula banyak dilakukan secara tatap muka, kini semuanya serba digital atau online.
Kepala KPP Pratama Bekasi Utara Anita Widiati menyebut perubahan itu juga terjadi di kantornya. Kebanyakan pegawai sudah tidak lagi muda. Alhasil, peralihan cara kerja ke arah digital membuat tantangan terasa lebih berat. Namun, masalah itu perlahan dapat teratasi sehingga wajib pajak tetap mendapatkan pelayanan optimal.
Selain itu, pandemi menyebabkan upaya penagihan aktif lebih sulit dilakukan. Pegawai harus lebih bijak lantaran kemampuan pembayaran dari wajib pajak juga menurun. DDTC berkesempatan mewawancarai Anita. Berikut petikannya:
Seperti apa kesibukan Anda menjalankan tugas di tengah pandemi Covid-19?
Saya menjadi kepala kantor KPP Pratama Bekasi Utara sejak 14 Juni 2019 atau 2 tahun lalu. Pada saat masuk, saya mendapatkan gedung yang sudah sangat tua. Saat satu bulan saya menjabat di sana, tiba-tiba plafon itu ambrol hampir mengenai wajib pajak. Menurut cerita Kepala Seksi pada saat itu, [kejadian seperti] ini bukan peristiwa yang pertama kali. Sudah berkali-kali.
Hal ini tidak bisa didiamkan karena saya memikirkan keselamatan pegawai dan wajib pajak. Akhirnya saya berkoordinasi dengan kanwil agar gedungnya direnovasi. Setelah dapat lampu hijau dan dinilai Kementerian PU, ternyata ini bukan harus direnovasi melainkan dibangun kembali. Untungnya pada saat itu masih normal, sebelum pandemi. Jadi, proses pembangunan, termasuk bertemu konsultan, dan segala macam, bisa berjalan pada 2019. Sementara ini kami menyewa gedung.
Awal 2020, Bekasi kebanjiran dan itu luar biasa sekali. Kemudian, tiba-tiba ada pandemi sehingga kami struggle agar pelayanan tetap berjalan. Pelayanan di Bekasi Utara mostly pada wajib pajak orang pribadi. Wajib pajak badan tidak terlalu banyak. Saat harus WFH (work from home), kami berpikir bagaimana caranya bisa memberikan pengertian dan berinovasi agar tetap bisa memberikan pelayanan.
Memang berbeda sekali bagaimana me-manage orang secara langsung tatap muka dengan melalui Zoom. Itu perlu adaptasi yang lumayan. Apalagi banyak pegawai di sini yang sudah sangat senior.
Dengan pengalihan pelayanan tatap muka menjadi online seperti saat ini, seperti apa tantangannya?
Ketika kami tutup layanan tatap muka, saya langsung berinisiatif membuat brosur bagaimana mereka [wajib pajak] bisa mengetahui saluran yang disediakan. Sebelum kantor pusat mewajibkan punya 10 saluran, saya sudah punya 12 saluran.
Di sisi lain, kami juga harus siap dengan tim yang kami namakan Miniklip. Petugasnya tidak hanya dari pelayanan, tapi juga AR (account representative), fungsional, hingga juru sita. Tanpa terkecuali, digilir. Itu antusiasmenya luar biasa.
Pada 2020, dari Maret sampai 31 Desember, ada 24.000 telepon masuk ke saluran online kami. Ada yang bertanya [mengenai] NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), PKP (pengusaha kena pajak), wajib pajak pindah, EFIN (Electronic Filing Identification Number), e-billing, permohonan sertifikat elektronik, faktur, dan juga konsultasi.
Setelah sukses pada 2020, Miniklip kami teruskan tahun ini. Puncaknya pada Maret, ketika periode pelaporan SPT tahunan. Saya minta yang bisa online, harus lewat online. Seperti layanan bertanya EFIN, harus online. Sabtu-Minggu juga ada layanan online. Apresiasi dari wajib pajak juga luar biasa.
Bagaimana kinerja penerimaan pajak di KPP Pratama Bekasi Utara sejauh ini?
Ketika saya bergabung pada 2019, walaupun cukup berat, alhamdulillah bisa mencapai target. Awalnya target hanya Rp1,183 triliun. Tiba-tiba, menjelang akhir tahun ditambahkan Rp5 miliar menjadi Rp1,188 triliun.
Saya ingat pada 30 Desember, kami sudah mencapai 100%. Sampai tutup tahun penerimaannya 101,21%. Saya luar bisa happy dan bersyukur karena selama 6 tahun sebelumnya Bekasi Utara tidak pernah mencapai 100%.
Dengan semangat itu, pada 2020 kami langsung push mencapai target yang ditetapkan. Tahu-tahu, terjadilah badai pandemi yang memang menggoncangkan kita semua sehingga target kami direvisi menjadi hanya Rp1,11 triliun. Dengan kondisi wajib pajak yang memang rata-rata luar biasa drop, [penerimaan pajak] kami hanya mencapai 89,44% [dari target].
Awal 2021, kami mendapatkan target Rp1,18 triliun, persis seperti 2019. Namun, pada 24 Mei, ada SMO (saat mulai operasi) dengan terbentuknya KPP Madya Kota Bekasi. Akhirnya banyak wajib pajak besar pindah ke KPP Madya Kota Bekasi. Kemarin adjustment dan ada penurunan target menjadi Rp1,169 triliun. Alhamdulillah, sampai Juli, sudah mencapai 67%. Insyaallah, mudah-mudahan bisa mencapai target.
Sebagai gambaran, wilayah KPP Pratama Bekasi Utara pada 2019 adalah Kecamatan Bekasi Utara dan Kecamatan Bekasi Timur. Bekasi Utara punya 6 kelurahan dan Bekasi Timur punya 4 kelurahan.
Sejak SMO kemarin, kami di KPP Pratama Bekasi Utara menambah 2 kecamatan dari Bekasi Selatan yaitu Kecamatan Rawalumbu dan Kecamatan Mustikajaya yang masing-masing ada 4 kelurahan. Jadi saya ini mengelola 4 kecamatan dengan 18 kelurahan dengan total wajib pajak sekitar 400.000-an.
Sektor apa yang menjadi penyokong penerimaan?
Sektor dominan atau yang menjadi unggulan kami pada 2019-2020 sudah pasti perdagangan besar dan eceran. Pada 2020, kontribusi sektor itu ada 20% sendiri. Ranking keduanya industri pengolahan dan ketiganya baru jasa keuangan.
Perdagangan besar di kami itu ada Summarecon dan Trans Juanda. Perdagangan besar kami lumayan di situ. Kemudian industri pengolahan, seperti Bridgestone. Pusatnya Bridgestone masuk [KPP] PMA, tapi di sini juga ada yang pegawai-pegawainya. Kemudian untuk jasa keuangan, kami punya bank-bank pemerintah cukup banyak dan asuransi.
Pada tahun ini, ada pergeseran karena fenomena pandemi. Industri keuangan jeblok, langsung turun. Ini bukan hanya karena pandemi, melainkan juga adanya Perdirjen 07/2020 sehingga banyak bank yang bayar pajaknya di LTO. Perdagangan besar juga agak turun, tapi masih mendominasi. Industri pengolahan juga masih baik. Namun, sektor yang meningkat pesat luar biasa adalah transportasi dan pergudangan.
Tadinya, pada 2020, transportasi rangking 5. Ini dia [sektor transportasi] naik ke ranking 3 dan sampai dia mendominasi 13%. Ini karena kita tahu semuanya sekarang pakai pengiriman sehingga [penerimaan pajak sektor transportasi dan pergudangan] meningkat pesat.
Dengan sisa waktu 5 bulan menuju akhir tahun, strategi apa yang Anda jalankan untuk mencapai target penerimaan?
Sebenarnya banyak strategi yang ingin kami lakukan. Sekarang Ditjen Pajak punya mekanisme pengawasan yang berbeda. Dulu dibilang punya pengawasan rutin dan extra effort. Sekarang berganti namanya menjadi PPM (Pengawasan Pembayaran Masa) dan PKM (Pengawasan Kepatuhan Material).
Banyak hal yang harus kami lakukan. Kami dari dulu memang mengawasi 1.500 wajib pajak besar. Itu kami pegang karena kuat di [pembayaran] masa. Di masa pandemi ini, yang kami bisa andalkan itu hanyalah pengawasan rutinnya. Kami harus tahu bagaimana wajib pajak kesulitan anggaran. Itu kami maintenance. Selain itu, kami juga mengawasi.
Dengan metode sekarang, ada satu seksi yang memang strategis. Kalau kita bicara organisasi yang sekarang, kita punya 6 seksi pengawasan. Pengawasan I itu yang mengawasi [wajib pajak] strategis. Sebanyak 750 wajib pajak yang kami awasi selayaknya [KPP] Madya. Sisanya kewilayahan. Jadi, titik beratnya itu wilayah.
Saya punya 4 kecamatan dan 18 kelurahan yang harus dibagi ke dalam 5 seksi pengawasan. Selain [wajib pajak] strategis itu, saya ada juga 100 wajib pajak lain yang juga ada di kewilayahan. Ini kami kelola supaya bisa diawasi.
Orang [yang bertugas untuk] kewilayahan itu kan harusnya mengunjungi lokasi. Namun, sekarang semuanya ditutup. Syukurlah di tempat saya, kepala seksi dan para AR bergabung membuat aplikasi yang sedang diuji coba, bernama Patriot. Kami bisa melihat titik-titik berdasarkan geografis. Nantinya, kami matching-kan data wajib pajak dengan peta. Kami targetnya ke sana.
Kemudian, saya juga menjalin kerja sama yang luar biasa dengan pemda setempat. Awal tahun ini, kami mengundang camat Bekasi Utara, Bekasi Timur, dan seluruh lurah. Tahun ini, dengan bergabungnya 2 kecamatan lagi, rencananya saya juga mau mengundang atau mengunjungi camat Mustikajaya dan Rawalumbu.
Artinya pekerjaan KPP Pratama tampak makin banyak. Bagaimana Anda mengalokasikan sumber daya manusia (SDM) agar hasilnya maksimal?
Untuk SDM, seperti kita ketahui di Bekasi Utara ketika saya masuk. komposisinya itu hampir 50:50. Lebih banyak perempuan sedikit. Jadi, kita bilang namanya the power of emak-emak. Kemudian, kelompok usianya hampir semua relatif tidak muda.
Sekarang, komposisi sudah berimbang. Lebih banyak pria. Namun, dengan kondisi saat ini, harus mengelola dengan penambahan wilayah tapi tidak ada penambahan SDM, itu luar biasa. AR saya 30 orang, jadi untuk yang wilayahnya [wajib pajak] strategis itu 6 orang. Sisanya, ada yang 5 orang dan ada yang 4 orang. Bayangkan, satu wilayah itu hanya 4 AR. Namun, kami fight.
Bagaimana tingkat kepatuhan wajib pajak di wilayah KPP Pratama Bekasi Utara?
Pada 2019, kami bisa mencapai penerimaan 101% dan luar biasa juga untuk kepatuhannya. Hijau semua kalau dihitung. Kemudian pada 2020, itulah yang kami sedikit terlena pada saat pandemi. Saat itu, ada aturan untuk memundurkan waktu menyampaikan SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunannya menjadi April.
Kami membuat pengumuman dan banyak yang kebingungan. Kami mengajari lewat telepon dan segala macam saluran. Kami berkoordinasi dengan pemda untuk jemput bola. Kami buka pos-pos pelayanan di 10 kelurahan untuk mengejar kepatuhan tahun lalu. Akhirnya lumayan mendapatkan kepatuhan yang luar biasa juga pada tahun lalu.
Pada tahun ini, sampai semester I, [kepatuhan] sudah hijau hampir mencapai 80%. Namun, saya juga akan tetap jemput bola, terutama di wilayah-wilayah pada kecamatan yang baru bergabung di Bekasi utara. Overall, kami selalu menjalin kerja sama dengan pemda setempat. Lurah dan camatnya welcome sekali. Mereka senang.
Di Bekasi Utara, kami ikut membuka pelayanan di MPP (mal pelayanan publik) yang ada di Mal Bekasi Trade Center. [KPP] Bekasi Utara dan Bekasi Barat mengelola bergantian. Kami juga dibantu dengan tax center sehingga upaya [peningkatan] kepatuhan bukan hanya dari kami sendiri. Mudah-mudahan, tahun ini, [kepatuhan] bisa hijau dan trennya bagus.
Bagaimana animo pemanfaatan insentif pajak, terutama dari pelaku UMKM?
Dari tahun lalu, kami gencar melakukan sosialisasi, webinar, atau penyuluhan online. Kami juga menggandeng BUMN yang ada di Kota Bekasi. Kami berkoordinasi juga dengan Wanita Bekasi Keren. Di sana, banyak sekali peserta yang ikut bergabung dan bersama-sama struggle menghadapi situasi ini. Oleh karena itu, banyak yang ikut program insentif.
Banyak kegiatan yang saya lakukan untuk menyosialisasikan supaya UMKM itu memanfaatkan fasilitas yang diberikan pemerintah. Kalaupun tidak ingin memanfaatkan fasilitas, kami awasi pembayarannya.
Kalau insentif untuk wajib pajak badan, seperti apa pemanfaatannya?
Kalau dibilang banyak, ya lumayan. Namun, banyak sekali juga tidak karena mereka menghitung dulu untung-ruginya. Sebenarnya, pemanfaatan insentif tergantung pada masalah likuiditas atau kemampuan membayar mereka.
Bagaimana dampak implementasi compliance risk management (CRM)?
CRM itu sebenarnya sistem yang dibuat pusat karena saya ikut di tim CRM sendiri. CRM itu banyak. Ini untuk mendukung kepatuhan. Karena berbasis risiko, bisa dilihat dari sasaran pengawasan, penagihannya, dan pemeriksaan yang akan dilakukan.
Untuk kami, sistem itu benar-benar bermanfaat, terutama terkait dengan wajib pajak strategis. Kami melihatnya dari risiko kepatuhan dulu. Ini memang program yang dilakukan oleh kantor pusat. Saat ini bertahap. Di sisi penagihan, Bekasi Utara sudah memanfaatkan dengan baik dan hasilnya juga sangat baik.
Itu memang sudah program dari kantor pusat untuk memudahkan kami memilih wajib pajak yang harus diawasi berdasarkan pada CRM. Kalau penagihannya tidak bagus, pada saat pengajuan permohonan [pelayanan] akan ada tanda supaya dia melunasi penagihannya dulu di Bekasi Utara.
Seperti apa upaya penegakan hukum yang akan dijalankan tahun ini?
Penegakan hukum yang pasti dilakukan itu penagihan aktif. Pada 2020, penagihan aktif itu bisa dibilang mati suri, bahkan sampai kantor pusat pun mengeluarkan aturan terkait dengan bagaimana melaksanakan penagihan aktif di saat pandemi.
Namun, tidak berarti kami tidak melakukannya sama sekali. Kami tetap melakukan cekal, memanggil penunggak pajak, memblokir, dan mengeluarkan surat paksa. Kami juga melelang [barang sitaan]. Tahun ini pun kami sudah melakukan pencekalan. Nanti mungkin ada yang dilelang. Ada yang mau membayar tunggakan, tapi kesulitan likuiditas sampai [melakukan] PHK (pemutusan hubungan kerja) karyawan.
Pandemi ini unpredictable karena siapa pun bisa kena. Beberapa hari ini, yang membuat agak syok, ada wajib pajak dipanggil, mau dilanjutkan, tiba-tiba mendapat info yang bersangkutan meninggal karena Covid. Wajib pajak bukan objek, tetapi mitra. Makanya kami harus bijak-bijak di sini. Jangan sampai pegawai pajak dianggap arogan. Sejauh ini, yang namanya penagihan aktif terus kami lakukan. Masih bagus.
Apa rencana KPP Pratama Bekasi Utara pada tahun depan, terlebih ada sejumlah tantangan seperti turunnya tarif PPh badan?
Kami ini di unit vertikal diberikan target berapapun pasti ‘iya’. Tinggal bagaimana strateginya, termasuk soal kemungkinan ada penurunan tarif PPh badan. Dengan banyaknya wajib pajak orang pribadi di tempat kami, mungkin yang penting wajib pajak tahu kewajibannya.
Sekarang yang terpenting bagaimana cara berkomunikasi dengan mereka [wajib pajak]. Kami tidak bisa memaksa untuk membayar karena pajak ini adalah untuk pembangunan kita. Tim penyuluh kami itu luar biasa dengan mengomunikasikan pajak untuk apa? Pajak untuk vaksin, untuk pemulihan ekonomi, dan sebagaimana. Semuanya akan kembali untuk wajib pajak.
Saya tidak bisa bilang ada strategi khusus, tetapi yang pasti, kami harus bisa berkomunikasi dengan wajib pajak. Jangan sampai dia [wajib pajak] antipati pada pajak atau big no duluan dengan pajak.
Level kami berbeda dengan KPP LTO atau madya yang berbicara dengan konsultan. Kami berbicaranya dengan arus bawah, yang terkadang datang dengan sandal jepit, tidak tahu fitur di handphone, dijelaskan harus berkali-kali. Apapun akan kami lakukan untuk mengomunikasikan dengan baik kepada wajib pajak. Makanya, sekarang ada fungsional penyuluh. Itu saya setuju sekali. Kita bicara dengan bahasa sehari-hari.
Insyaallah tahun depan, dengan gedung saya yang baru dan memberikan tempat yang layak untuk wajib pajak, saya bisa memberikan edukasi di sana. Saya tidak muluk-muluk. Strateginya komunikasi dan memanfaatkan aplikasi-aplikasi yang kami bangun. Insyaallah itu bisa mendukung kami. (kaw)