Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Agung (MA) memandang pandemi Covid-19 telah mempercepat implementasi sistem peradilan elektronik.
Ketua MA Muhammad Syarifuddin mengatakan pandemi Covid-19 memaksa percepatan implementasi dari sistem peradilan elektronik mengingat pertemuan fisik menjadi sangat dibatasi.
"Dulu ketika masih kondisi yang normal, kita tidak pernah membayangkan proses migrasi dari sistem peradilan konvensional ke sistem peradilan elektronik dapat dilakukan hanya dalam waktu 2 tahun," ujar Syarifuddin, Selasa (22/2/2022).
Percepatan implementasi sistem peradilan elektronik tercermin pada kinerja peradilan elektronik melalui e-Court. Pada 2021, jumlah perkara perdata, perdata agama, dan perkara tata usaha negara yang didaftarkan melalui e-Court mencapai 225.072 perkara.
Bila dibandingkan dengan tahun 2020, jumlah perkara yang didaftarkan melalui e-Court meningkat hingga 20,37%. Pada 2020, jumlah perkara yang didaftarkan melalui e-Court mencapai 186.986 perkara.
Dari total perkara yang didaftarkan melalui e-Court, sebanyak 11.817 perkara telah disidangkan secara elektronik melalui e-Litigation.
Pada tingkat banding, jumlah perkara yang didaftarkan melalui e-Court mencapai 1.876 perkara. Sebanyak 1.712 perkara telah diputus.
Selanjutnya, pengguna e-Court per Desember 2021 tercatat mencapai 208.851 pengguna. Sebanyak 48.002 pengguna e-Court tercatat merupakan kalangan advokat, sedangkan 160.849 pengguna merupakan kalangan perorangan, pemerintah, badan hukum, dan kuasa insidentil.
"Gambaran tersebut menunjukkan sistem peradilan elektronik telah berjalan secara efektif pada semua jenis perkara di 4 lingkungan peradilan yang berada di bawah MA," ujar Syarifuddin. (sap)