LIMA, DDTCNews – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mencatat hingga saat ini sudah ada 79 penandatanganan perjanjian pajak internasional dan 81 negara sudah tercakup di dalamnya.
Berdasarkan informasi resmi OECD, penandatanganan itu dilakukan dalam rangka mengurangi potensi penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan multinasional, sehingga pemerintah negara terkait bisa memungut pajak atas aktivitas perusahaan tersebut.
“Belakangan ini negara yang baru saja menandatangani Multilateral Instrument (MLI) meliputi Kazakhstan, Peru, dan Uni Emirat Arab pada Rabu (27/6). Kabarnya, Estonia juga berencana untuk menandatangani MLI pada Jumat (29/6),” demikian dilansir dari rilis OECD, Rabu (27/6).
Adapun Direktur OECD bidang Kebijakan dan Administrasi Pajak Pascal Saint-Amans menyebutkan penandatanganan perjanjian tersebut membuktikan komitmen pemerintah negara terkait untuk memperbarui aturan pajak internasional.
Sebagai informasi, MLI sejatinya dirancang untuk membantu negara melawan praktik penghindaran pajak dan mempercepat penyelesaian sengketa perpajakan lintas batas negara. Hal ini kerap disebut dengan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
Perjanjian yang dipimpin oleh OECD ini telah dikembangkan oleh lebih dari 100 negara dan menuntun negara yang tergabung di dalamnya untuk menambah aturan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) dengan beberapa negara lainnya.
MLI akan berlaku pada 1 Juli 2018 di Austria, Isle of Man, Jersey, Polandia, dan Slovenia. Sedangkan untuk Serbia, Swedia dan Selandia Baru baru akan berlaku pada 1 Oktober mendatang.
Selain itu, hari ini (29/6) menandai hari pertama dari dua pertemuan Inclusive Framework BEPS yang diselenggarakan di Lima Peru. Agenda ini merupakan rapat kelima Inclusive Framework yang dipimpin oleh koalisi OECD di lebih dari 100 negara yang telah berkomitmen untuk mengimplementasikan BEPS Action Plan.(Amu)