Pemandangan kota Riyadh, setelah pemerintah melonggarkan jam malam, diberlakukan untuk menekan laju sebaran virus corona (COVID-19), di Riyadh, Arab Saudi, Minggu (21/6/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Ahmed Yosri/hp/djo
RIYADH, DDTCNews—Arab Saudi berencana mempercepat proses penjualan aset milik negara dan membuka peluang adanya pengenaan pajak penghasilan (PPh) dalam rangka meningkatkan ruang fiskal.
Menteri Keuangan Arab Saudi Mohammed Al-Jadaan mengatakan privatisasi dari aset-aset negara baik itu berupa aset pendidikan hingga aset kesehatan mampu mencetak penerimaan negara hingga SAR50 miliar dalam lima tahun.
“Pemerintah mempertimbangkan semua opsi untuk menjaga keuangan negara. Kami tidak menutup kemungkinan adanya pengenaan PPh, tetapi hal tersebut bakal memakan banyak waktu,” ujar Al-Jadaan, Kamis (23/7/2020).
Ekonomi Arab Saudi tahun ini tertekan akibat pandemi Covid-19. Belum lagi, harga minyak mentah yang terus merosot. Pertumbuhan ekonomi bahkan diproyeksikan terkontraksi 6,8% (yoy) tahun ini, terdalam selama 30 tahun terakhir.
Berbagai strategi dilakukan Arab Saudi untuk menjaga keuangan negara dan ruang fiskal, mulai dari peningkatan tarif PPN, peningkatan bea masuk, hingga menghentikan penyaluran tunjangan rutin kepada masyarakat.
Sebelum pandemi menghantam, Arab Saudi merupakan negara yang sama sekali tidak mengenakan pajak penghasilan kepada orang pribadi. Fiskal Arab Saudi cenderung disokong oleh penerimaan dari minyak bumi. Sokongan dari minyak bumi tersebut yang sepenuhnya mendukung kucuran subsidi dan tunjangan kepada masyarakat.
Namun demikian, Al-Jadaan menekankan pemerintah saat ini belum masuk dan tidak akan masuk dalam fase pengetatan anggaran. Bahkan belanja negara diproyeksikan bakal meningkat hingga SAR1 triliun.
Dilansir dari Aljazeera, pemerintah juga akan menarik tambahan pembiayaan utang senilai SAR100 miliar tahun ini. Penerbitan obligasi global juga akan dilakukan lagi tahun ini. Sebelumnya, obligasi pemerintah pertama telah terserap US$12 miliar. (rig)