LAGOS, DDTCNews – Guna meningkatkan tambahan pendapatan di tengah kondisi menurunnya harga minyak, Presiden Nigeria Muhammadu Buhari berencana mengenakan pajak 9% atas panggilan telepon, pesan teks dan internet data.
Juru bicara kelompok masyarakat miskin Socio Economic Rights and Accountability Project (SERAP) Timothy Adewale mendesak presiden untuk membatalkan rencana pajak yang diusulkannya, dengan alasan bahwa penetapan pajak tersebut justru akan memperparah kemiskinan.
“Kami meminta Presiden untuk segera membatalkan pajak 9% yang diusulkan atas panggilan telepo, pesan teks, dan internet data, karena hal ini akan mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat serta memperparah tingkat kemiskinan,” tandasnya, Kamis (22/9).
Menurut laporam PBB baru-baru ini, 64% dari 80 juta penduduk di Nigeria hidup di bawah garis kemiskinan. Meskipun garis kemiskinan tinggi, berdasarkan Komisi Komunikasi Nigeria jumlah pelanggan telepon seluler di Nigeria mencapai 152 juta. Angka tersebut diperkirakan akan melonjak hingga mencapai 182 juta pada 2019.
Beberapa asosiasi perusahaan operator telekomunikasi menolak adanya usulan pengenaan pajak tersebut. Pasalnya, kenaikan tarif pajak dinilai akan memengaruhi iklim investasi dalam industri telekomunikasi.
“Pajak tersebut akan mengakibatkan kenaikan harga bagi konsumen, dan akan berakibat buruk bagi investasi industri serta menjadi kontra-produktif untuk tujuan jangka panjang dalam strategi digital nasional yang ditetapkan pemerintah,” ungkap pernyataan asosiasi dalam petisi yang disampaikan kepada Kementerian Komunikasi dan Kementerian Keuangan Negara.
Kendati demikian, beberapa pihak yang pro atas kebijakan kenaikan pajak mengklaim bahwa saat ini tarif pajak di Nigeria merupakan yang terendah di kawasan Afrika Barat. Bahkan, seperti dilansir dalam aa.com.tr, Menteri Komunikasi Adebayo Shittu pun mengatakan pajak itu diperlukan untuk membangun infrastruktur komunikasi yang kuat. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.