TARIF CUKAI ROKOK

GAPPRI: Kenaikan Tarif Cukai Rokok 23% Di Luar Nalar

Redaksi DDTCNews
Minggu, 15 September 2019 | 16.01 WIB
GAPPRI: Kenaikan Tarif Cukai Rokok 23% Di Luar Nalar

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memutuskan untuk meningkatkan tarif cukai rokok sebesar 23% untuk tahun depan. Kebijakan yang disebut diklaim membuat industri hasil tembakau semakin tertekan. 

Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan mengatakan keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai di luar ekspektasi pelaku usaha. Keputusan pemerintah menaikan cukai rata-rata 23% dan harga jual eceran (HJE) 35%, sangat memberatkan Industri Hasil Tembakau (IHT). 

"Selama ini, informasi yang kami terima rencana kenaikan cukai di kisaran 10%, angka yang moderat bagi kami meski berat," katanya dalam keterangan resmi, Sabtu (14/9/2019). 

Henry menyatakan, kenaikan cukai rokok yang mencapai 23% akan memberikan implikasi kepada dua aspek. Pertama, kenaikan tarif yang terlampau tinggi akan meningkatkan peredaran rokok ilegal. 

Permasalahan kedua, ialah menyangkut nasib industri pengolahan tembakau. Aspek perkerja pabrik rokok dan petani menurutnya akan semakin tertekan dengan kecenderungan produksi rokok yang menurun setiap tahun. 

Hitung-hitungan GAPPRI, apabila cukai naik 23% dan HJE naik 35% pada 2020 maka industri harus membayar cukai pada kisaran Rp185 triliun. Jumlah tersebut melampaui target setoran cukai dalam RAPBN 2020. Belum lagi kewajiban pajak lainnya termasuk pajak rokok 10% dan PPN 9,1% dari HJE.

"Dengan demikian setoran kami ke pemerintah bisa mencapai Rp200 triliun. Belum pernah terjadi kenaikan cukai dan HJE yang sebesar ini. Benar-benar di luar nalar kami!," ungkapnya.

Seperti diketahui, pemerintah dan Badan Anggaran DPR menyepakati target penerimaan cukai pada 2020 sebesar Rp180,53 triliun atau tumbuh 9% dari outlook tahun ini. Kesepakatan itu juga mengalami kenaikan dibandingkan usulan awal pemerintah yang target pertumbuhannya ditetapkan sebesar 8,2%. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
mohammad dimas pamungkas
baru saja
Berbicara tentang hasil tembakau seolah tidak bisa terlepas hubungan nya dengan cukai, karena penerapan cukai sendiri merupakan sebuah upaya pembatasan konsumsi barang tersebut yang dimana menimbulkan efek negatif kepada setiap pengkonsumsinya (UU No 39 tahun 2007), hasil tembakau ini sangat begitu hangat diperbincangkan, apalagi setiap tarif cukai hasil tembakau akan di naikan. Indonesia merupakan negara dengan konsumsi hasil tembakau rokok terbesar di dunia, yaitu pada urutan ketiga setelah China dan India (Sehatnegeriku, 2015) Konsumsi tembakau di Indonesia meningkat secara bermakna, karena faktor-faktor meningkatnya pendapatan rumah tangga, pertumbuhan penduduk, rendahnya harga rokok dan mekanisasi industri kretek (Tobacco Control Support Centre, 2015.) Meningkatnya jumlah konsumsi rokok di Indonesia tersebut berdampak positif bagi pendapatan negara khususnya dalam bidang cukai. Direktorat Jendaral Bea dan Cukai (DJBC) mencatat pendapatan yang disumbangkan cukai dengan target Rp 155,4 triliun berhasil dilampaui dengan realisasi mencapai Rp 159,6 triliun sektor penerimaan terbesar disumbangkan oleh cukai hasil tembakau sebesar Rp 153 triliun atau setara dengan 75% dari total penerimaan (DDTCNews, 2019) Sangat amat disayangkan bahwa pada kenyataanya justru ketika meningkatnya pendapatan dari sektor cukai khususnya hasil tembakau juga meningkatkan prevalensi perokok dari tahun ketahun tercatat di tahun 2010 sekitar 20,30% meningkat sampai pada tahun 2016 sekitar 23,10% dan ironisnya juga prevalensi perokok diusia muda pun ikut meningkat berkisar dari 7,2% meningkat menjadi 8,8% pada tahun 2018 (Kementrian Kesehatan, 2018) Negara mesti juga paham dan mengerti disamping memaksimalkan pendapatan cukai dari HT perlu juga nantinya cukai tersebut menjadi sebuah solusi dalam menurunkan prevalensi peroko diusia dini, jangan hanya menyelahkan tembakau yang hidup dan berusaha memberikan kehidupan kepada manusia. Sementara manusia yang memanfaatkanya tidak bisa menjaga merawat serta mengawasinya, ini menjadi peran kita semua sebagai masyarakat dalam memberikan pengertian apakah konsumsi rokok HT itu layak atau tidak untuk dikonsumsi oleh kita dan anak-anak dibawah umur khususnya. (pkpcosmo) #MariBicara #DDTCHebat