Ilustrasi Gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews—Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memanfaatkan insentif pajak penghasilan (PPh) final ditanggung pemerintah (DTP) wajib menyampaikan laporan realisasi PPh final DTP.
Laporan realisasi tersebut dikirim melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dan harus disusun sesuai dengan format formulir yang tercantum dalam Lampiran huruf H PMK No.44/PMK.03/2020.
“Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu harus menyampaikan laporan realisasi PPh final DTP dengan menggunakan formulir sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H,” demikian kutipan Pasal 7 ayat (1) PMK No. 44/2020.
Secara ringkas, laporan realisasi PPh final DTP tersebut meliputi identitas wajib pajak serta PPh terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh. Laporan tersebut juga memuat rekapitulasi peredaran bruto atas transaksi dengan pemotong atau pemungut pajak.
Laporan realisasi harus dilampiri dengan Surat Setoran Pajak (SSP) atau cetakan kode billing. Kemudian, laporan realisasi beserta lampirannya ini disampaikan paling lambat tanggal 20 pada bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Untuk wajib pajak yang melunasi PPh final UMKM melalui pemotong atau pemungut, maka pemotong atau pemungut tersebut harus membuat SSP atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan "PPh FINAL DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR .../PMK.03/2020".
Laporan realisasi ini yang akan menjadi dasar pemberian insentif PPh final DTP. Lebih lanjut, Pasal 7 ayat 3 beleid ini menekankan pelaku usaha UMKM harus sudah mengantongi surat keterangan sebelum menyampaikan laporan realisasi.
“Insentif PPh final DTP…diberikan berdasarkan laporan realisasi PPh final DTP yang disampaikan oleh wajib pajak sepanjang wajib pajak tersebut telah memiliki surat keterangan…sebelum laporan disampaikan,” sebut PMK 44/2020.
Surat keterangan yang dimaksud adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Dirjen Pajak. Surat keterangan ini juga berisi keterangan bahwa wajib pajak dikenai PPh berdasarkan PP 23/2018. (rig)