Ilustrasi. Logo e-Bupot. (DJP)
JAKARTA, DDTCNews – Penetapan pengusaha kena pajak (PKP) yang terdaftar di KPP Pratama seluruh Indonesia sebagai pemotong PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (18/6/2020).
Atas penetapan melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-269/PJ/2020 tersebut, PKP yang terdaftar di KPP Pratama seluruh Indonesia wajib membuat bukti pemotongan dan menyampaikan SPT masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26. Kewajiban terhitung mulai masa pajak Agustus 2020.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama meminta PKP membuat bukti pemotongan dan menyampaikan SPT masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 secara elektronik melalui aplikasi e-Bupot.
“Penerapan e-Bupot dan SPT masa elektronik ini justru memudahkan para PKP untuk melaksanakan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23/26 karena lebih efisien,” ujarnya. Simak artikel ‘Per Agustus 2020, PKP di KPP Pratama Wajib Buat Bupot PPh Pasal 23/26’.
Selain terkait kewajiban PKP KPP Pratama mulai Agustus 2020, ada pula bahasan mengenai pemeriksaan di tatanan new normal. Pemeriksaan, mulai dari tahap persiapan pemeriksaan sampai dengan pembahasan akhir hasil pemeriksaan, terhadap wajib pajak diutamakan berjalan secara online melalui saluran elektronik.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-04/PJ/2017, pembuatan bukti pemotongan dan penyampaian SPT masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 memang masih dimungkinkan menggunakan formulir kertas atau manual.
“Tetapi kita harapkan seluruh PKP dapat melaksanakan e-Bupot mulai Agustus ini karena pada dasarnya mereka sudah mengaplikasikan e-invoice dan memiliki sertel [sertifikat elektronik] juga,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama. (DDTCNews)
Hestu mengatakan berdasarkan data DJP, PKP yang membuat bukti pemotongan kurang dari 20 per masa pajak (syarat pemakaian formulir kertas) tidak banyak. Dengan demikian, PKP tersebut sudah pernah menggunakan e-Bupot karena pernah menerbitkan lebih dari 20 bukti pemotongan.
Sesuai PER-04/PJ/2017, pemotong pajak yang sudah pernah menyampaikan SPT masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik harus menyampaikan SPT masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 untuk masa pajak berikutnya dalam bentuk dokumen elektronik.
“Jadi, tetap wajib e-Bupot untuk seterusnya walaupun sekarang kurang dari 20 bupot. Jadi, pada dasarnya hampir seluruh PKP memang wajib untuk menerapkan e-Bupot mulai Agustus nanti,” kata Hestu. (DDTCNews)
Hestu mengatakan DJP akan menyebarkan pesan melalui surat elektronik (email blast) kepada seluruh PKP. Selain untuk memberitahu ketentuan yang mulai berlaku 1 Agustus 2020, email blast juga akan digunakan sebagai sarana untuk membimbing penggunaan e-Bupot.
“Kami juga akan melakukan email blast kepada seluruh PKP untuk mensosialisasikan dan membimbing PKP agar melaksanakan e-Bupot tersebut dengan baik,” tuturnya. Simak artikel ‘Soal Penggunaan e-Bupot Mulai 1 Agustus, DJP Bakal Kirim Email Blast’. (DDTCNews)
Pemeriksaan secara online dilakukan untuk mengurangi interaksi secara langsung/tatap muka dengan wajib pajak sebagai bentuk penyesuaian pelaksanaan pemeriksaan dalam tatanan kenormalan baru (new normal). Ketentuan ini tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-34/PJ/2020.
“Pelaksanaan pemeriksaan terhadap wajib pajak diutamakan secara online dengan menggunakan saluran elektronik untuk mengurangi Interaksi secara langsung/tatap muka dengan wajib pajak,” demikian kutipan ketentuan dalam beleid itu. Simak selengkapnya di artikel ‘DJP Utamakan Pemeriksaan Pajak Secara Online’. (DDTCNews)
Hingga akhir Mei 2020, realisasi penerimaan cukai hasil tembakau masih cukup tinggi. Dengan realisasi senilai Rp64,65, realisasi tersebut mencatatkan pertumbuhan 20,5% dibandingkan performa periode yang sama tahun lalu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan lonjakan penerimaan cukai rokok ini dikarenakan adanya limpahan penerimaan tahun sebelumnya. Hal ini merupakan dampak dari penundaan pembayaran cukai. (Kontan)
Berdasarkan data Ditjen Bea dan Cukai, hingga 1 Juni 2020, total etil alkohol yang diberikan pembebasan mencapai 82,6 juta liter dengan nilai Rp1,65 triliun. Kemudian, sebanyak 82 pabrik tercatat mengajukan penundaan pembayaran cukai selama 90 hari.
Dari total 82 pabrik tersebut, tercatat sebanyak 8 pabrik merupakan golongan I, sebanyak 67 pabrik golongan II, dan sebanyak 7 pabrik golongan III. (Bisnis Indonesia)
Dirjen Pajak Suryo Utomo menyebut hampir seluruh sektor usaha telah memanfaatkan insentif pajak yang diberikan pemerintah sebagai respons adanya pandemi virus Corona (Covid-19).
Suryo mengatakan insentif pajak yang telah disediakan oleh pemerintah meliputi PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22 impor, diskon 30% angsuran PPh Pasal 25, serta restitusi PPN dipercepat. Ada pula PPh final DTP untuk UMKM.
“Dilihat dari KLU [klasifikasi lapangan usaha]-nya, yang memanfaatkan sekitar hampir 90% dari KLU yang diberikan fasilitas PPh Pasal 21 [DTP] untuk karywan,” katanya. Simak artikel ‘Dirjen Pajak: 90% KLU yang Berhak Telah Manfaatkan PPh Pasal 21 DTP’. (DDTCNews) (kaw)