PROFESIONAL DDTC ATIKA RITMELINA MARHANI:

'Terpenting, Siapkan Transfer Pricing Policy Sejak Awal Secara Rapi'

Redaksi DDTCNews
Selasa, 21 Februari 2023 | 16.15 WIB
ddtc-loader'Terpenting, Siapkan Transfer Pricing Policy Sejak Awal Secara Rapi'

LANSKAP perpajakan internasional dan transfer pricing terus mengalami perkembangan secara signifikan. Praktik yang terjadi di lapangan pun makin kompleks. Di lingkup domestik, ketentuan dan pengaturan transfer pricing juga mengalami pembaruan dalam 1 dekade terakhir.

Perubahan-perubahan yang terjadi membuat entitas usaha yang menjalankan transaksi intragrup perlu menyusun transfer pricing policy yang optimal. Sejatinya, transfer pricing policy yang baik menghindarkan perusahaan dari sengketa pada masa mendatang.

DDTC menjawab tantangan tersebut dengan menerbitkan buku Transfer Pricing: Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional (Edisi Kedua: Volume II). Buku ini memberi penjelasan secara komprehensif dan terstruktur mengenai aspek fundamental transfer pricing yang baik. Buku ini lebih banyak menyodorkan studi kasus dan implementasi praktik di lapangan, bukan sekadar teori.

DDTCNews berkesempatan berbincang dengan salah satu penulis buku tersebut, yakni Profesional DDTC Atika Ritmelina Marhani. Dia menjabarkan perjalanannya dalam mendapatkan ide, menyusun, hingga akhirnya menerbitkan buku ini dalam waktu dekat. Berikut petikannya:

Buku transfer pricing yang segera terbit ini menjadi buah dari profesionalisme Anda di DDTC. Boleh diceritakan perjalanan karier Anda selama ini?

Saya masuk ke DDTC sejak 2017 sebagai pegawai magang selama 3 bulan. Saat itu saya masih menempuh studi S-1 Jurusan Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia. Setelah lulus kuliah, saya bergabung sebagai pegawai di DDTC. Saat itu, di Divisi Transfer Pricing.

Memang berminat membidangi transfer pricing sejak awal masuk DDTC?

Sebelum masuk di DDTC, saya mencari gambaran prospek kerja di perpajakan. Bidang pajak itu kan luas ya. Mau fokus domestik, transfer pricing, ataupun pajak internasional. Tidak hanya masalah consulting, tetapi juga bisa ke riset perpajakan.

Setelah mencari tahu, transfer pricing itu ranah yang memang belum banyak orang memahami. Padahal, potensi dan pasarnya sangat luas. Jadi, pasarnya luas, expert-nya sedikit.

Di kampus pun pelajaran soal transfer pricing cuma bagian dari kelas pajak internasional. Ketika masuk di DDTC, saya terdorong untuk belajar banyak tentang transfer pricing. Ini dimulai mengikuti kelas intensive course terkait transfer pricing dari DDTC Academy. Ada juga keinginan pribadi untuk menjadi expert pada bidang ini.

Dari situ, saya berupaya memberikan kinerja terbaik untuk belajar dan memenuhi tanggung jawab pekerjaan sebaik mungkin.

Ternyata usaha maksimal membuahkan hasil, saya bisa lulus sertifikasi ADIT (Advanced Diploma in International Taxation) untuk paper topik transfer pricing dalam sekali percobaan. Hal ini jadi motivasi, semacam 'oh sepertinya ini memang jalan saya'. Makin merasa senang untuk mendalami terus.

Pada tahun yang sama, saya lulus USKP (Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak) tingkat A juga one shot. Setelah itu, kesempatan makin terbuka. Bapak Darussalam (Founder DDTC) memberikan kesempatan untuk saya mengikuti agenda konferensi pajak internasional di India pada 2019 lalu.

Di sana saya makin ingin belajar pajak internasional. ‘Oh seru ya international tax, dengerin panelis berdiskusi’.

Apa yang didapat dari India?

Di sana ada satu topik menarik yang masih saya ingat. Intinya tentang apakah arm's length principle ini akan mati atau enggak? Pertanyaan itu muncul karena ada isu pemajakan ekonomi digital ya.

Nah, salah satu pembicara di sana menjabarkan kalau arm's length principle tidak akan mati oleh zaman. Ini karena cara kerjanya dia menilik lagi ke belakang. Arm's length principle ini juga sudah mengarungi banyak zaman dan masih bertahan sampai sekarang.

Artinya, kita enggak bisa melihat transfer pricing dari sudut pandang aplikasinya saja. Masih banyak yang bisa digali dari segi fondasinya.

Setelah itu, tawaran studi master datang. Boleh diceritakan bagaimana prosesnya sampai mendapat kepercayaan dari DDTC untuk melanjutkan studi di Austria?

Jadi, sepulang dari India, beranjak ke 2020 itu saya bekerja seperti biasa ya. Namun, saya mulai menilik perkembangan terkini terkait isu-isu pajak internasional.

Memang sudah masuk pandemi. Cuma saya ingat, Bapak Darussalam sempat bilang ke saya bahwa saya harus menunjukkan kinerja sebaik mungkin dan terus belajar.

Pada akhir 2020, Bapak Darussalam mengumumkan bahwa saya terpilih untuk berangkat S-2 ke Vienna University of Economics and Business. Sempat ada keraguan awalnya.

Namun, Pak Darussalam meyakini keputusannya dengan penuh kepercayaan bahwa saya telah memiliki modal penting berupa ilmu dan semangat untuk mempelajari pajak internasional. Kepercayaan Pak Darussalam selalu saya emban selama studi dan ternyata memang bisa dilalui dengan baik.

Bagaimana pengalaman kuliah di Austria? Apa perbedaan mendasar dari ilmu perpajakan di sana dengan di Indonesia?

Ada satu hal yang bikin kaget juga. Ternyata, transfer pricing itu cuma diajarkan dalam satu mata kuliah saja. Sisanya belajar tentang isu perpajakan internasional dan belajar hukum pajak di negara lain.

Fokus terhadap transfer pricing di luar [negeri] itu berbeda. Jika di sini kita masih berfokus bikin TP Doc (transfer pricing documentation) untuk compliance things, di sana sudah enggak dilihat.

Mereka lebih melihat bagaimana transfer pricing digunakan untuk tax planning sehingga jenis jasa yang dibutuhkan lebih kepada advisory-nya atau bagaimana mereka bisa menekan sengketanya sedari dini. Bukan lagi sekadar kita bikin TP Doc seperti di sini.

Artinya peluang services di bidang transfer pricing di Indonesia masih luas?

Banyak. Pasti luas banget. Ya memang advisory dan sistem manajemen pajak harus ditingkatkan lagi karena jargon kita kan meminimalisasi sengketa, bukan menghadapi sengketa.

Transfer pricing itu, meski pengujian memang diperlukan untuk kepatuhan perpajakan, tetapi itu semua bukan tugas yang berat ketika kita sudah menyiapkan transfer pricing policy sejak awal dengan rapi. Jadi, mau diuji kapanpun sudah siap. Mau tengah tahun, akhir tahun, siap.

Justru, yang harus dipelajari bagaimana kita membuat transfer pricing policy itu yang baik dan andal.

Boleh diceritakan soal buku yang Anda susun?

Buku yang akan terbit ini judulnya Transfer Pricing: Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional (Edisi Kedua: Volume II). Sebenarnya ini adalah pembaruan dan pengembangan dari buku edisi pertama yang terbit pada 2013 lalu.

Buku edisi pertama masih menggunakan OECD Guidelines terbitan 2010. Pada saat itu, OECD Guidelines masih minim, begitu juga pembahasan di setiap babnya. Namun, fondasinya memang sudah ada di situ. Fondasi sudah ada, tetapi elaborasinya masih minim.

Pada 2010-an itu juga peraturan pajak di Indonesia belum se-komprehensif saat ini. Baru pada 2010, terbit Perdirjen Pajak PER-43/PJ/2010 yang mengulas Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU).

Dengan modal-modal itu, buku edisi pertama hadir pada 2013. Fondasinya memang sudah kuat. Namun, berselang 10 tahun kan isu pajak itu berkembang pesat ya. Dengan isu BEPS pada 2015, peraturan pajak di Indonesia mengikuti perkembangan itu. Oleh karena itu memang sudah harus di-update.

Jadi, yang kami lakukan lewat buku edisi kedua adalah meng-update dengan perkembangan tersebut. Bagaimana yang sebelumnya ada bahasan yang belum clear, seperti tentang transaksi keuangan intragrup, ikut diulas di buku transfer pricing edisi kedua ini.

Intinya, buku ini mengakomodasi perjalanan lanskap transfer pricing selama 10 tahun terakhir.

Apa kelebihan buku ini dibandingkan buku serupa di pasaran?

Transfer pricing masih menjadi salah satu sengketa yang cukup besar enggak cuma di domestik tetapi juga di internasional. Nah, selain memaparkan pembaruan yang terjadi, buku ini juga mengulas perlunya perusahaan multinasional meluruskan perspektif manipulasi transfer pricing yang makin melekat di dirinya pada era saat ini.

Ada pandangan miring soal transfer pricing. Perusahaan yang punya transaksi intragrup sudah pasti dianggap ada isu transfer pricing. Padahal enggak juga. Perlu dikuliti transfer pricing policy dia seperti apa. Untuk dapat meluruskan perspektif tersebut, perlu benar-benar dipahami teori dan konsep dasar aplikasi transfer pricing.

Oleh karena itu, buku ini menjawab semuanya. Buku ini memberi penjelasan yang terstruktur bagaimana menyusun transfer pricing policy, bahkan untuk orang awam sekalipun.

Buku ini juga lebih ke practical, bukan ke teori. Dengan demikian, pemahamannya akan lebih mudah dan benar-benar relate dengan kondisi di lapangan yang dialami banyak pihak.

Oke kita punya transaksi ini, apa yang harus diperhatikan? Bagaimana mengaplikasikan transfer pricing itu di dalam skema bisnis dia? Apa implikasi dari yang dia lakukan?

Proses pengerjaan buku ini seperti apa? Ada tantangan krusial saat menyusunnya?

Sangat menantang sekali. Kami punya waktu sangat terbatas, yakni 6 bulan. Buku transfer pricing ini terdiri dari 14 bab. Dalam waktu yang singkat, kami harus mencari literatur, membaca semua sumber, memahami, dan menuliskannya. Jadi, memang padat sekali. Menuliskannya pun tidak asal. Kami perlu menyesuaikan dengan pakem yang dimiliki DDTC dalam menerbitkan buku.

Seluruh sumber literatur bisa didapat di DDTC Library?

Sebagian besar iya. Ada 3 sumber yang saya pakai dalam menulis buku ini, yakni buku-buku, jurnal, dan bertanya langsung dengan kawan-kawan DDTC Consulting untuk menyesuaikan dengan perkembangan terkini di lapangan.

Dari rekan-rekan di DDTC Consulting, saya mendapatkan insight tentang isu-isu apa yang tengah berkembang di lapangan. Hal ini memperkaya tulisan di buku ini. Saya juga melihat beberapa TP Doc terakhir, yang ditangani DDTC Consulting, apakah ada pengaplikasian hal baru yang bisa dimasukkan dalam buku ini. Buku ini sangat menggambarkan praktik di lapangan.

Menulis buku bukan hal yang sederhana, terlebih buku tentang perpajakan. Seperti apa Anda memandang capaian ini?

Buku ini seperti menjadi jawaban dari harapan saya saat pertama terjun di bidang transfer pricing. Saat itu, saya ingin bisa menjadi salah satu expert pada transfer pricing. Nah, buku ini menjadi salah satu bukti bahwa keilmuan saya bisa diakui di bidang ini.

Bapak Darussalam sempat bilang mau sejago apapun seseorang di suatu bidang, tetapi kalau enggak dikenal karena nihilnya kontribusi, ya percuma. Buku ini jadi bentuk kontribusi nyata dari ilmu kita, dan nantinya bisa berguna bagi masyarakat.

Lewat buku ini pula saya ingin meninggalkan jejak profesionalitas di bidang transfer pricing hingga masa mendatang.

Ada pesan bagi para pemerhati, peminat, dan profesional pajak di luar sana tentang buku ini?

Buku transfer pricing ini kalau bisa dibilang adalah pegangan buat siapapun yang mau belajar transfer pricing atau yang mau meng-handle transfer pricing cases. Buku DDTC ini jadi satu pintu yang sudah pas banget.

Kalau dibilang bakal mengerti TP, dijamin ngerti. Susunannya mudah, struktur penyampaiannya mudah diikuti. Semuanya ada di sini, baik teorinya, konsep, aplikasi, dan strategi dalam menyusun transfer pricing policy. (sap)

 

Data Singkat

Atika Ritmelina Marhani, S.I.A., LL.M. Int. Tax., BKP

Profesi

Profesional DDTC

Pendidikan

  • Sarjana Ilmu Administrasi Fiskal dari Universitas Indonesia
  • Master International Tax Law (LL.M. Int. Tax) dari Vienna University of Economics and Business, Austria

Lisensi dan Sertifikasi Profesional

  • ADIT untuk opsi Principles of International Taxation
  • ADIT untuk opsi Transfer Pricing
  • Lisensi konsultan pajak 
  • Lisensi kuasa hukum pajak

Kursus dan Seminar Nasional

  • Tax Treaty Interpretation & Application, diselenggarakan oleh DDTC Academy, Jakarta, Indonesia (2018)
  • Transfer Pricing Disputes & Moot Court Simulation, digelar oleh DDTC Academy, Jakarta, Indonesia (2018)
  • Transfer Pricing Course, diselenggarakan oleh DDTC Academy, Jakarta, Indonesia (2018)
  • Brevet A&B, oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Jakarta, Indonesia (2018)
  • Webinar Series Menyambut HUT DDTC ke-13, Peran Pajak dalam Pemulihan Perekonomian Indonesia, diselenggarakan oleh Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (2020)
  • Transfer Pricing Documentation 2020 with COVID-19 Pandemic (Theories and Case Studies), oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Jakarta, Indonesia (2021)

Kursus dan Seminar Internasional

  • Global Tax Reform: An Impossible Dream?, diselenggarakan oleh Foundation for International Taxation (FIT), Mumbai, India (2019)
  • Covid-19 and Transfer Pricing: The New Normal for Audit Readiness, oleh WU Transfer Pricing Center at the Institute for Austrian and International Tax Law, Vienna, Austria (2021)
  • Robotic Process Automation in Taxation and Accounting, digelar oleh WU Tax Law Technology Center at the Institute for Austrian and International Tax Law, Vienna, Austria (2022)
  • Cooperative Compliance: A Multi-Stakeholder and Sustainable Approach to Taxation, oleh WU Global Tax Policy Center at the Institute for Austrian and International Tax Law in Cooperation with CATA and the ICC, Vienna, Austria (2022)

Pembicara

  • Universitas Indonesia
  • Universitas Kristen Maranatha
  • Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Publikasi Buku

  • Atika Ritmelina Marhani, 'Tax Compliance Management Systems - To a better Tax Assessment through Enhanced Tax Management' dalam Justice, Equality and Tax Law, ed. Nevia Cicin-Sain, et al, Vienna: Linde, 2022. 

Publikasi Lainnya

  • Langkah Penyesuaian dalam Analisis Transfer Pricing, DDTCNews, Nov 28, 2018
  • Transfer Pricing di Era Pasca-BEPS, DDTCNews, Feb 6, 2019
  • Meninjau Metode Fractional Apportionment dalam Ekonomi Digital, DDTCNews, Okt 4, 2019
  • Mencapai Keadilan Pajak Melalui CbCR Publik, DDTCNews, Juni 14, 2021
  • Urgensi Adanya Sistem Manajemen Kepatuhan Pajak, DDTCNews, Juli 6, 2022 

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
kakakamal
baru saja
artikel yang menarik