PEMAHAMAN mengenai status subjek pajak, apakah subjek pajak luar negeri atau sudah menjadi subjek pajak dalam negeri sangat perlu dikuasai. Sebab, status subjek pajak inilah yang akan menentukan ada atau tidaknya, serta bagaimana kewajiban perpajakan harus dilakukan.
Terkait dengan subjek pajak luar negeri, definisi atau kriterianya diatur dalam Pasal 2 ayat 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 (UU PPh).
Sementara itu, penentuan lebih lanjut tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2011 tentang Penentuan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri (PER-43/2011).
Pasal 4 PER-43/2011 menyebutkan subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia:
Subjek pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia dan dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak tertentu, dan tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan.
Apabila penghasilan diterima atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap (BUT), maka terhadap orang pribadi atau badan tersebut dikenakan pajak melalui BUT, dan orang pribadi atau badan tersebut statusnya tetap sebagai subjek pajak luar negeri. Dengan demikian BUT tersebut menggantikan orang pribadi atau badan sebagai subjek pajak luar negeri dalam memenuhi kewajiban perpajakannya di Indonesia.
Dalam hal penghasilan tersebut diterima atau diperoleh tanpa melalui BUT, maka pengenaan pajaknya dilakukan langsung kepada subjek pajak luar negeri tersebut.
Sementara itu, Pasal 16 PER-43/2011 mengatakan bahwa subjek pajak luar negeri dapat menjalankan kegiatan atau usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dalam hal mempunyai tempat kedudukan manajemen yang berada di Indonesia.
Tempat kedudukan manajemen yang dimaksud adalah tempat kedudukan manajemen yang menjalankan kegiatan/operasi perusahaan sehari-hari atau secara rutin yang tidak melakukan pengendalian atas seluruh perusahaan dan tidak membuat keputusan yang bersifat strategis.
Dalam rangka memberikan kepastian hukum, berdasarkan Pasal 2A UU PPh penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban perpajakannya ditentukan sebagai berikut:
Kewajiban perpajakan dimulai pada saat subjek pajak memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir padasaat tidak lagi memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Kewajiban perpajakan dimulai pada saat subjek pajak mulai menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia. Kewajian tersebut berakhir pada saat subje pajak tersebut tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia. (Amu)