Presiden Joko Widodo menyampaikan pengantar Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2021 dan nota keuangan di hadapan DPR, Jumat, (14/8/2020). (Foto: Antara)
JUMAT lalu (14/8/2020), Presiden Joko Widodo menyampaikan pengantar Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2021 dan nota keuangan di hadapan DPR. Presiden menyampaikan RUU APBN 2021 diarahkan untuk 4 langkah strategis.
Pertama, mempercepat pemulihan ekonomi akibat pandemi. Kedua, mendorong reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas, inovasi, daya saing. Ketiga, mempercepat transformasi ekonomi menuju era digital. Keempat, pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi.
Dengan 4 langkah strategis itu, target pertumbuhan ekonomi dipatok 4,5%-5,5%, inflasi 3%, kurs rupiah/dolar AS Rp14.600, dan suku bunga Surat Berharga Negara 10 tahun 7,29%. Harga minyak mentah US$45 per barel, dan lifting migas 705.000 barel dan 1 juta barel setara minyak per hari.
Asumsi makro ini berada pada rentang pembahasan pendahuluan DPR dan pemerintah akhir Juli lalu. Cuma, untuk target pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB)-nya, pemerintah tidak menetapkan angka bulat, tetapi tetap 4,5%-5,5% seperti hasil pembahasan pendahuluan.
RAPBN 2021 mematok pendapatan Rp1.776 triliun, belanja Rp2.747 triliun. dengan defisit Rp971 triliun atau 5,5% dari PDB, menyempit dari tahun ini 6,72% dari PDB. Di sisi pendapatan, penerimaan perpajakan Rp1.482 triliun, naik 5,5% dari Perpres 72/2020, tetapi turun 20,6% dari APBN 2020.
Dari target itu, penerimaan pajak tumbuh 5,8% menjadi Rp1.268 triliun. Penerimaan ini ditopang pajak penghasilan (PPh) migas yang naik 29% menjadi Rp41,2 triliun, PPh nonmigas naik 3,1% menjadi Rp658,7 triliun, dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang naik 7,6% menjadi Rp546,1 triliun.
Khusus untuk insentif pajak, jenisnya dan volumenya menurun dari alokasi tahun ini Rp120,61 triliun menjadi Rp20,4 triliun. Dari uraian tersebut terlihat proses pemulihan penerimaan perpajakan tahun depan belum bisa optimal.
Istilahnya, pemerintah masih pasang gigi rendah dalam menggenjot penerimaan perpajakan. Kenaikan target penerimaan perpajakan sebesar 5,5% itu cenderung realistis mengingat wajah perekonomian tahun depan sepertinya masih rentan.
Dalam memulihkan ekonomi, pemerintah tentu perlu berhati-hati jangan sampai kebijakan yang digulirkan memicu distorsi. Pertumbuhan target penerimaan perpajakan yang 5,5% pada dasarnya merefleksikan upaya mengoptimalkan penerimaan berisiko mendistorsi ekonomi.
Secara empiris, belajar dari krisis-krisis sebelumnya, pada umumnya pemulihan penerimaan perpajakan berjalan lebih lambat ketimbang pemulihan ekonomi. Salah satunya karena adanya relaksasi melalui pemberian insentif pajak yang dibutuhkan perekonomian yang belum stabil.
Karena itu, langkah terpenting adalah mengevaluasi beragam insentif pajak yang ada, dan sejauh mana efektivitasnya. Jadi, akan ada insentif pajak yang selektif. Dari perspektif ini, keputusan berkurangnya alokasi insentif pajak tahun depan perlu diapresiasi.
Dari pengurangan itu, secara gradual terlihat pemerintah telah mengurangi skema insentif pajak dan fokus pada sektor yang efektif bagi proses pemulihan. Dalam skenario pemulihan, insentif pajak yang bersifat reinvestasi dan pembiayaan memang sangat diperlukan.
Sejalan dengan itu, untuk mencegah tingginya tax expenditure, perlu perubahan paradigma relaksasi atau pemberian insentif yang lebih berorientasi pada upaya mendorong kepastian dalam sistem pajak, bukan melalui pengurangan, pembebasan, dan seterusnya.
Hal ini bisa ditunjukkan dengan administrasi pajak yang berkepastian, penghormatan hak-hak wajib pajak, upaya pencegahan dan penyelesaian sengketa pajak yang lebih efektif, dan sebagainya. IMF dan OECD juga berpendapat tax certainty bisa meningkatkan daya saing.
Kepastian pajak bisa menjadi alat yang jitu untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus: Meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak, meningkatkan daya saing Indonesia, dan sebagai konsekuensi logis meningkatkan penerimaan pajak secara berkesinambungan.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.