Ilustrasi.
SINJAI, DDTCNews - Seorang wajib pajak yang berprofesi sebagai pengusaha mendatangi KP2KP Sinjai, Sulawesi Selatan. Dia mengeluhkan kendala dalam menggunakan e-faktur, yakni tidak bisa membuat faktur pajak.
Dari penelitian lanjutan yang dilakukan petugas KP2KP Sinjai, diketahui bahwa wajib pajak yang bersangkutan sudah cukup lama menjadi pengusaha kena pajak (PKP). Namun, ternyata setelah diteliti lagi, wajib pajak itu tidak pernah menunaikan kewajibannya dalam melaporkan SPT Masa PPN tiap bulannya sejak dikukuhkan PKP.
"Apabila wajib pajak tidak melakukan pelaporan 3 bulan berturut-turut maka sertifikat elektronik akan dinonaktifkan sementara (suspend) sehingga wajib pajak tidak bisa mengakses layanan perpajakan seperti membuat faktur," jelas petugas KP2KP Sinjai Syahrul dilansir pajak.go.id, dikutip pada Sabtu (26/10/2024).
Syahrul menjelaskan jika surat pemberitahuan penonaktifan sementara akun pengusaha kena pajak disampaikan ke alamat wajib pajak.
Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa pengusaha kena pajak diberi kesempatan untuk melakukan klarifikasi atas penonaktifan sementara akun PKP pada KPP tempat PKP tersebut dikukuhkan. Jangka waktu penyampaian klarifikasi yang diberikan adalah satu bulan sejak tanggal surat penonaktifan sementara disampaikan.
“Apabila wajib pajak tidak melakukan klarifikasi dalam jangka waktu satu bulan maka akan dilakukan pencabutan PKP,” imbuh Syahrul.
Mendapat penjelasan dari petugas pajak, wajib pajak lantas meminta bantuan agar status PKP-nya diterbitkan kembali dan bisa membuat faktur pajak.
"Kami akan segera mengurus permasalahan suspend sertel ini dan berkomitmen untuk dapat rutin melaporkan SPT Masa PPN kedepannya," ujar wajib pajak.
Di akhir kegiatan Syahrul menjelaskan kepada wajib pajak jika masih terdapat kendala dalam pelaksanaan pemenuhan perpajakan agar segera melakukan konsultasi ke KPP Pratama Bulukumba ataupun KP2KP Sinjai. “Semua layanan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak gratis atau tidak dipungut biaya,” pungkas Syahrul menutup kegiatan.
Perlu dipahami, kantor pajak punya wewenang untuk mencabut pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP) terhadap pengusaha yang tidak lagi memenuhi ketentuan sebagai PKP, sesuai dengan UU PPN. Pencabutan PKP ini bisa dilakukan berdasarkan permohonan yang diajukan oleh PKP sendiri atau secara jabatan oleh dirjen pajak.
Sesuai dengan Peraturan Dirjen Pajak PER-04/PJ/2020, kepala KPP mencabut pengukuhan PKP secara jabatan berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil penelitian administrasi.
"Selain berdasarkan pemeriksaan, ... pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan berdasarkan hasil penelitian administrasi," bunyi Pasal 58 PER-04/PJ/2020.
Ada beberapa kondisi hasil penelitian administrasi yang membuat kepala KPP mencabut pengukuhan PKP secara jabatan.
Pertama, PKP dengan status wajib pajak non-efektif (WP NE). Kedua, PKP yang tempat terutangnya PPN telah dipusatkan di tempat lain.
Ketiga, PKP menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak pengukuhan PKP yang telah mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Keempat, PKP yang berdasarkan hasil penelitian lapangan dalam rangka tindak lanjut pemindahan alamat tempat tinggal, tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP lainnya tidak sesuai dengan informasi yang tercantum dalam dokumen yang diisyaratkan pada permohonan saat pemindahan dengan keadaan yang sebenarnya.
Kelima, PKP yang telah dilakukan penonaktifan sementara akun PKP dan tidak menyampaikan klarifikasi. Keenam, PKP yang telah dilakukan penonaktifan sementara akun PKP dan menyampaikan klarifikasi, namun ditolak.
Ketujuh, PKP yang berdasarkan hasil penelitian lapangan dalam rangka aktivasi akun PKP tidak memenuhi ketentuan. Kedelapan, PKP yang tidak menyampaikan permintaan aktivasi akun PKP dalam jangka waktu 3 bulan.
Kesembilan, PKP orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan. Kesepuluh, PKP bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usaha di Indonesia. (sap)