Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) berpandangan tarif pajak yang berlaku atas transaksi aset kripto sudah tergolong sangat rendah.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan tarif PPN yang berlaku atas transaksi aset kripto hanya 0,11%, sedangkan PPh Pasal 22 final yang dikenakan hanya sebesar 0,1%.
"Ini sudah sangat rendah, hampir sama dengan pajak atas transaksi saham di bursa. Saat penetapannya pun kita sudah berdiskusi," katanya, Jumat (26/4/2024).
Bila tarif PPN dan PPh Pasal 22 final tersebut dirasa terlalu tinggi dan memberikan dampak terhadap frekuensi, DJP terbuka untuk melakukan revisi atas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 68/2022.
"Nanti kami coba akan reviu lagi. Apakah betul karena pajak yang sudah sedemikian rendah memberikan dampak terhadap transaksi kripto, atau mungkin ada penyebab yang lain," ujar Suryo.
Tahun ini, DJP mencatat pajak yang terkumpul dari transaksi aset kripto sudah mencapai Rp112 miliar. Secara lebih terperinci, PPN yang terkumpul mencapai Rp59 miliar dan PPh Pasal 22 yang terkumpul senilai Rp52 miliar.
Sebagai informasi, perlakuan pajak atas aset kripto diatur dalam PMK 68/2022. PPN sebesar 0,11% dan PPh Pasal 22 sebesar 0,1% wajib dipungut oleh exchanger.
PPN dipungut saat pembayaran dari pembeli aset kripto diterima oleh exchanger. Sementara itu, PPh Pasal 22 dipungut saat terjadi pembayaran dari pembeli aset kripto kepada exchanger.
Setelah dipungut, PPN dan PPh atas transaksi aset kripto tersebut harus disetorkan ke kas negara paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Sebelumnya, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengusulkan adanya evaluasi atas penerapan pajak kripto, khususnya mengenai tarif pajak, agar investor makin banyak yang tertarik dalam pasar kripto. (rig)