Petugas melayani warga yang mengisi kendaraannya dengan bahan bakar minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Medan, Sumatera Utara, Selasa (3/9/2024). PT Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) mulai menerapkan subsidi tepat pertalite untuk kendaraan roda empat dengan tujuan agar alokasi subsidi pertalite dari pemerintah lebih tepat sasaran. ANTARA FOTO/Yudi Manar/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR menyepakati pemangkasan anggaran subsidi energi senilai Rp1,1 triliun pada tahun pertama pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan anggaran subsidi energi pada postur sementara RAPBN 2025 disepakati senilai Rp203,4 triliun atau turun 0,53% dari usulan pemerintah Rp204,5 triliun. Menurutnya, koreksi ini terjadi sejalan dengan perubahan asumsi makro nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Ini lebih karena tadi kurs-nya [turun dari] Rp16.100 menjadi Rp16.000," katanya dalam rapat bersama Banggar DPR, dikutip pada Kamis (5/9/2024).
Sri Mulyani mengatakan pemerintah dan Banggar DPR menyepakati perubahan asumsi dasar makro nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dari Rp16.100 menjadi Rp16.000, serta target lifting minyak dari 600.000 barel per hari menjadi 605.000 barel per hari.
Dia menjelaskan perubahan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS langsung berimplikasi pada anggaran subsidi energi pada tahun depan. Anggaran subsidi jenis BBM tertentu dan LPG tabung 3 kilogram pada 2025 turun 0,52% dari usulan pemerintah Rp114,3 triliun menjadi Rp113,7 triliun.
Subsidi BBM jenis tertentu ini mencakup minyak tanah dan minyak solar, yang volumenya mencapai 19,41 juta kiloliter. Sedangkan volume LPG tabung 3 kilogram pada tahun depan adalah mencapai 8,17 juta metric ton.
Di sisi lain, subsidi listrik yang semula diusulkan pemerintah senilai Rp90,2 triliun, kini turun 0,55% menjadi Rp89,7 triliun.
Dalam dokumen Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025, pemerintah menuliskan realisasi subsidi energi pada periode 2020–2023 memang cenderung fluktuatif. Fluktuasi tersebut terutama dipengaruhi perkembangan asumsi dasar ekonomi makro, volume penyaluran jenis BBM tertentu dan LPG bersubsidi, dan kebijakan besaran subsidi tetap untuk minyak solar.
Pemerintah pun menyatakan kebijakan transformasi subsidi energi menjadi subsidi berbasis orang/penerima manfaat akan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan data, infrastruktur, serta kondisi ekonomi, dan sosial masyarakat. (sap)