BERITA PAJAK HARI INI

Kejar Target Penerimaan Pajak, Perbaikan Coretax Tak Boleh Molor

Redaksi DDTCNews
Kamis, 08 Mei 2025 | 07.53 WIB
Kejar Target Penerimaan Pajak, Perbaikan Coretax Tak Boleh Molor

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) masih berupaya melakukan berbagai perbaikan pada coretax administration system walaupun telah 4 bulan diimplementasikan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (8/5/2025).

Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam rapat di Komisi XI DPR menyebut kendala dalam penerapan coretax system menjadi salah satu penyebab penerimaan pajak mengalami kontraksi pada awal tahun. Namun kini, DJP sudah memiliki peta jalan atau roadmap perbaikan coretax system.

"Kami di coretax ini meng-organize 21 proses bisnis inti, 3 sudah selesai terkait dengan bugs dan error yang ada. Masih ada 18 proses bisnis yang lain kami coba terus itemize, bugs coba kami lakukan perbaikan," katanya.

Proses bisnis coretax system yang sudah diperbaiki oleh DJP meliputi business intelligence, knowledge management, dan data pihak ketiga. Dengan demikian, 18 proses bisnis yang masih dalam proses perbaikan antara lain registrasi, pengelolaan SPT, pembayaran, serta taxpayer account management (TAM).

Selanjutnya, layanan wajib pajak, exchange of information (EoI), data quality management (DQM), dan document management system (DMS). Kemudian, ada compliance risk management (CRM), penilaian, pengawasan, ekstensifikasi, pemeriksaan, penagihan, intelijen, penyidikan, keberatan dan banding, serta nonkeberatan.

Dalam perbaikan coretax system, DJP akan berfokus pada perbaikan bugs dalam aplikasi, migrasi data, dan pengembangan infrastruktur. Perbaikan bugs pada 18 proses bisnis tersebut ditargetkan selesai dalam 3 bulan lagi.

"Ekspektasinya akhir Juli paling tidak sudah selesai," ujar Suryo.

Selain mengenai perbaikan coretax system, ada pula ulasan terkait dengan pengajuan banding dan gugatan melalui e-tax court. Selain itu, terdapat pembahasan tentang penurunan penyampaian SPT Tahunan oleh wajib pajak orang pribadi, serta rencana penggunaan data setoran PPh Pasal 21 untuk pemetaan risiko pemutusan hubungan kerja (PHK).

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya

DPR Minta Tenggat Perbaikan Bug Coretax System Tak Molor Lagi

Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo meminta DJP segera menyelesaikan masalah bugs dan error dalam coretax system sesuai dengan tenggat yang telah dijanjikan. Sebab dalam rapat tertutup pada Februari 2025, DJP juga sempat berjanji akan memperbaiki kendala dalam coretax system paling lambat pada Mei 2025.

"Waktu itu Bapak [Dirjen Pajak Suryo Utomo] kan dengan confidence bilang Mei akan selesai semua. Kalau sekarang sampai 31 Juli, apakah ini karena fundamental flaw atau apa sehingga kita bisa yakin 31 Juli ini tidak mundur lagi," katanya. 

Selain soal perbaikan bugs dan error, Andreas juga menyoroti tenggat waktu migrasi data yang telah ditetapkan bisa selesai paling lambat pada 31 Desember 2025.  (DDTCNews, Kontan)

DJP Optimistis Penerimaan Pajak Segera Membaik

Penerimaan pajak pada kuartal I/2025 senilai Rp322,6 triliun atau terkontraksi sebesar 19% secara tahunan. Penerimaan pajak ini baru 14,7% dari target Rp2.189,3 triliun.

Suryo menyebut kontraksi pajak antara lain disebabkan oleh kendala dalam penerapan coretax system dan penerapan tarif efektif rata-rata (TER) PPh Pasal 21 yang menimbulkan kelebihan pemotongan dengan nilai signifikan pada awal 2025. Meski demikian, dia meyakini kinerja penerimaan pajak akan segera membaik bulan-bulan berikutnya.

"Sepanjang kondisi ekonominya bergerak paling tidak sama atau lebih bagus, Insyaallah penerimaan pajak di tahun 2025 ini dapat tumbuh positif setelah Maret. April dan selanjutnya," ujarnya. (DDTCNews, Bisnis Indonesia, Kontan, Kompas)

Bocoran DPR, Penerimaan Pajak hingga April 2025 Masih Kontraksi 27,73%

Komisi XI DPR mencatat realisasi penerimaan pajak pada Januari hingga April 2025 hanya senilai Rp451,1 triliun atau terkontraksi sebesar 27,73% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menilai turunnya penerimaan pajak timbul akibat tekanan pada penerimaan secara bruto sekaligus tingginya restitusi sebagaimana yang tercermin pada surat perintah membayar kelebihan pajak (SPMKP). Dia pun menawarkan dukungan politik untuk optimalisasi pajak kepada pemerintah apabila diperlukan.

"Kita tidak sedang memberikan tekanan apapun kepada DJP dalam menjalankan tugasnya. Ruang politik ini kita gunakan sebaik mungkin untuk tujuan-tujuan yang positif, mewujudkan tujuan kita bernegara," ujar Misbakhun. (DDTCNews, Bisnis Indonesia, Kontan)

90% Banding dan Gugatan Diajukan Lewat e-Tax Court

Sekretariat Pengadilan Pajak mencatat mayoritas banding dan gugatan telah diajukan oleh wajib pajak selaku pemohon melalui e-tax court, tidak lagi secara manual.

Kepala Subbagian Tata Usaha Sengketa Pajak Sekretariat Pengadilan Pajak I Putu Prawindra mengatakan pemanfaatan e-tax court dalam pengajuan banding dan gugatan sudah melebihi 90%. Pengajuan banding dan gugatan secara manual pun kini semakin minim.

"Hanya sekitar 5% sampai 10% yang diajukan secara manual. Itu akan terus kami upayakan agar nantinya ke depan full online menggunakan e-tax court," ucap Putu. (DDTCNews)

Orang Pribadi yang Lapor SPT Tahunan Turun 1,2 Persen

DJP menyebut SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi untuk tahun pajak 2024 mengalami kontraksi sebesar 1,21%.

Suryo mengatakan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi yang sudah disampaikan ke DJP sebanyak 12,99 juta hingga 30 April 2025. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebanyak 13,15 juta SPT.

"Ini sedang kami teliti lebih lanjut terkait dengan pertumbuhan negatif ini," tuturnya. (DDTCNews)

Data Setoran PPh Pasal 21 Akan Dipakai untuk Petakan Risiko PHK

Pemerintah berencana memanfaatkan data setoran PPh Pasal 21 untuk memetakan risiko PHK. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengatakan pemetaan risiko diperlukan sebagai upaya preventif untuk mencegah PHK.

Menurutnya, Kementerian Keuangan telah bersedia mendukung kegiatan pemetaan tersebut dengan menyuplai data penerimaan PPh Pasal 21 setiap bulan.

"Dari situ kita bisa melakukan estimasi apakah sudah terjadi pengurangan jumlah tenaga kerja atau belum, trennya seperti apa dari suatu perusahaan," katanya. (DDTCNews)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.