PER-6/PJ/2025

Jangka Waktu Penerbitan Keputusan PKP Berisiko Rendah Dipertegas

Nora Galuh Candra Asmarani
Rabu, 02 Juli 2025 | 17.30 WIB
Jangka Waktu Penerbitan Keputusan PKP Berisiko Rendah Dipertegas

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menegaskan kembali jangka waktu pemberian keputusan penetapan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah.

Penegasan tersebut diberikan melalui Perdirjen Pajak No. PER-6/PJ/2025. Merujuk Pasal 4 ayat (3) PER-6/PJ/2025, keputusan penetapan sebagai PKP berisiko rendah diberikan paling lama 15 hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.

“Jangka waktu 15 hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap...dihitung setelah bukti penerimaan surat atau bukti penerimaan elektronik diterbitkan,” bunyi Pasal 4 ayat (4) PER-6/PJ/2025, dikutip pada Rabu (2/7/2025).

Begitu pula dengan keputusan penetapan PKP berisiko rendah bagi Special Purpose Company (SPC) atau Kontrak Investasi Kolektif (KIK) juga akan diberikan maksimal 15 hari kerja setelah permohonan penetapan diterima secara lengkap.

Apabila disandingkan dengan peraturan terdahulu, PER-04/PJ/2021 tidak menyebutkan jangka waktu pemberian keputusan penetapan sebagai PKP berisiko rendah secara jelas. Adapun PER-04/PJ/2021 hanya menyebutkan jangka waktu penerbitan keputusan penetapan sebagai PKP berisiko rendah bagi SPC dan KIK.

Kendati demikian jangka waktu penerbitan Keputusan penetapan PKP berisiko rendah maksimal 15 hari tersebut bukanlah ketentuan baru. Ketentuan jangka waktu tersebut telah diatur dalam PMK 39/2018 s.t.d.t.d PMK 119/2024.

Dengan demikian, ketentuan jangka waktu penerbitan keputusan penetapan PKP berisiko rendah dalam PER-6/PJ/2025 selaras dengan PMK 39/2018 s.t.d.t.d PMK 119/2024. Sebagai informasi, PKP berisiko rendah menjadi pihak yang berhak atas pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak (restitusi dipercepat).

Merujuk Pasal 3 PER-6/PJ/2025 ada 10 golongan PKP yang dapat ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah. Pertama, perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia (BEI). Kedua, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Ketiga, PKP yang telah ditetapkan sebagai Mitra Utama (MITA) Kepabeanan. Keempat, PKP yang ditetapkan sebagai operator ekonomi bersertifikat (authorized economic operator/AEO).

Kelima, pabrikan atau produsen yang dalam kegiatan usahanya: (i) menghasilkan barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP); dan (ii) memiliki tempat untuk melakukan kegiatan produksi.

Keenam, PKP yang memenuhi ketentuan sebagai wajib pajak persyaratan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (2) huruf f PMK 39/2018. Ketujuh, pedagang besar farmasi yang memiliki: (i) sertifikat distribusi farmasi atau izin pedagang besar; dan (ii) sertifikat cara distribusi obat yang baik.

Kedelapan, distributor alat kesehatan yang memiliki: (i) sertifikat distribusi alat kesehatan atau izin penyalur alat kesehatan; dan (ii) sertifikat cara distribusi alat kesehatan yang baik. Kesembilan, perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh BUMN dengan kepemilikan saham lebih dari 50%.

Kesepuluh, SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu sebagaimana dimaksud dalam PMK 200/PMK.03/2015.

Penetapan PKP berisiko rendah tersebut dapat dilakukan berdasarkan permohonan atau secara jabatan. (dik)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.