Ilustrasi. Interaksi tatap muka antara fiskus dan wajib pajak di salah satu unit vertikal DJP. (foto: DJP)
JAKARTA, DDTCNews – Pemeriksaan, mulai dari tahap persiapan pemeriksaan sampai dengan pembahasan akhir hasil pemeriksaan, terhadap wajib pajak diutamakan berjalan secara online dengan menggunakan saluran elektronik.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi interaksi secara langsung/tatap muka dengan wajib pajak sebagai bentuk penyesuaian pelaksanaan pemeriksaan dalam tatanan kenormalan baru (new normal). Ketentuan ini tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-34/PJ/2020.
“Pelaksanaan pemeriksaan terhadap wajib pajak diutamakan secara online dengan menggunakan saluran elektronik untuk mengurangi Interaksi secara langsung/tatap muka dengan wajib pajak,” demikian kutipan panduan pemeriksaan dalam lampiran beleid itu, dikutip pada Selasa (16/6/2020).
Selain itu, pelaksanaan kegiatan pemeriksaan diutamakan secara online lantaran masih ada wajib pajak, pegawai pajak, dan konsultan pajak yang melaksanakan skema bekerja dari rumah (work from home (WFH).
Adapun guna membangun komunikasi yang baik dengan wajib pajak maupun pihak-pihak terkait sekaligus menjamin pihak tersebut dapat dihubungi, pemeriksa pajak perlu berkoordinasi dengan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi serta account representative wajib pajak yang bersangkutan.
Selanjutnya, untuk menjamin keabsahan komunikasi melalui email, wajib pajak diwajibkan membuat surat pernyataan tertulis mengenai alamat email resmi wajib pajak sebagai sarana komunikasi yang akan digunakan.
Selain itu, mengingat komunikasi yang akan lebih dilakukan secara online maka pemeriksa pajak harus membuat persetujuan dan kesepakatan dengan wajib pajak mengenai cara/metode, tempat, dan waktu kegiatan pemeriksaan.
Misalnya, penyampaian dokumen pemeriksaan dilakukan menggunakan email, pertemuan dan pembahasan dilakukan melalui video call/conference, serta penyampaian dokumen pemeriksaan yang dilakukan dengan mengirimkan softicopy.
Adapun persetujuan dan kesepakatan tersebut harus didokumentasikan oleh pemeriksa pajak dan menjadi bagian dari kertas kerja pemeriksaan (KKP). Namun, apabila pelaksanaan kegiatan pemeriksaan mengharuskan interaksi secara langsung maka pemeriksa pajak harus memberitahukan kepada Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2).
Pemeriksa pajak juga tetap harus mendokumentasikan setiap kegiatan pemeriksaan yang dilakukan secara online dengan menggunakan saluran elektronik. Dokumentasi tersebut dapat berbentuk gambar email, rekaman audio/video, maupun pesan yang menjadi bagian dari KKP.
Dokumentasi tersebut sangat penting untuk mengantisipasi gugatan/tindakan hukum dari wajib pajak. Selanjutnya, apabila wajib pajak tidak bersedia untuk dilakukan pemeriksaan secara online maupun secara langsung maka pemeriksa pajak mendokumentasikan hal itu dalam berita acara dan menjadi bagian dari KKP.
Dokumentasi atas penolakan tindakan pemeriksaan tersebut akan digunakan sebagai dasar untuk menentukan tindak lanjut atas pelaksanaan kegiatan pemeriksaan. Adapun ketentuan dalam beleid ini mulai berlaku sejak tanggal 15 Juni 2020. (kaw)