Ilustrasi. Warga berjalan melintasi spanduk kampanye stop rokok ilegal di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (6/10/2021). Bea Cukai terus mengamankan potensi kerugian negara dari peredaran rokok ilegal dan berupaya menekan peredaran ilegal secara nasional hingga tiga persen sesuai target pada tahun ini. ANTARA FOTO/Suwandy/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) berupaya menambah pembentukan kawasan industri hasil tembakau (KIHT) terpadu untuk menekan peredaran rokok ilegal, dari yang saat ini baru ada di Soppeng, Sulawesi Selatan, dan Kudus, Jawa Tengah.
Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Bea Cukai Tubagus Firman Hermansjah mengatakan KIHT terpadu akan menjadi wadah bagi produsen rokok menjadi legal. Rencananya, KIHT terpadu itu akan dibentuk di Garut, Jawa Barat, dan Malang, Jawa Timur.
"KIHT ini menyediakan berbagai kemudahan, baik di bidang perizinan, kegiatan berusaha, dan lain sebagainya sehingga perlu dilakukan komunikasi dengan pengusaha rokok ilegal sehingga dapat bergabung ke dalam KIHT," katanya, dikutip pada Minggu (14/11/2021).
Firman mengatakan DJBC memiliki sejumlah kriteria dalam memiliki lokasi pembentukan KIHT terpadu. Garut dipilih karena menjadi salah satu daerah penghasil tembakau terbesar dan terbaik di Jawa Barat.
Menurutnya, tembakau Garut saat ini menjadi komoditas yang menarik bagi para perusahaan rokok, baik yang perusahaan rokok besar maupun rokok kecil.
Sementara itu, Malang dipilih karena terdapat beberapa perwakilan pengusaha rokok di wilayah tersebut. Jika terdapat KIHT, DJBC akan dapat mendorong semua pengusaha rokok berproduksi secara legal sehingga rokok ilegal akan menghilang.
Pembentukan KIHT terpadu diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 21/2020. Pada KIHT terpadu, DJBC akan hadir memberikan pelayanan, pembinaan industri, serta mengawasi produksi dan peredaran hasil tembakaunya.
KIHT terpadu juga akan menjadi kawasan tempat pemusatan kegiatan industri hasil tembakau yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang produksi. DJBC juga dapat memberikan fasilitas cukai untuk produsen rokok, misalnya penundaan pelunasan pita cukai.
"Diharapkan KIHT memiliki manfaat ekonomi yang besar dalam rangka mendorong perekonomian masyarakat dengan meningkatkan pendapatan asli daerah," ujar Firman.
Hingga September 2021, DJBC telah melakukan 10.866 kali penindakan terhadap barang kena cukai ilegal. Penindakan terhadap rokok ilegal menempati posisi tertinggi, diikuti barang lain seperti minuman keras dan narkotika. (rig)