Berita Pajak Sepekan, 14 Maret-18 Maret 2022.
JAKARTA, DDTCNews - Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) mulai 1 April 2022 menjadi topik yang paling laris diperbincangkan publik dalam sepekan terakhir.
Seperti diketahui, UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengatur mengenai kenaikan tarif PPN dari yang saat ini berlaku, 10%, menjadi 11% per 1 April 2022. Namun, dengan sisa waktu kurang dari 2 pekan hingga implementasinya, belum ada aturan teknis yang dirilis pemerintah.
Publik banyak yang bingung akibat belum adanya aturan teknis terkait dengan kenaikan tarif PPN ini. Desakan agar pemerintah menunda penerapan kenaikan tarif PPN pun mulai mengalir, termasuk dari anggota DPR dan kalangan pengusaha.
Naiknya harga sejumlah bahan pokok seperti minyak goreng serta momentum Bulan Ramadan menjadi dasar desakan penundaan.
Kendati begitu, pemerintah bersikukuh tetap menaikkan tarif PPN menjadi 11% per April 2022. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan penyesuaian tarif PPN bakal berjalan sesuai dengan rencana yang diatur dalam UU HPP.
"Mengenai fiskal belum kami bahas, [penyesuaian tarif PPN dalam UU] HPP sudah akan berlaku 11% [mulai] April ini," kata Airlangga.
Pemerintah berdalih, kondisi perekonomian Indonesia masih terbilang baik. Angka inflasi masih terjaga rendah dan harga pangan pun tercatat masih dalam kondisi stabil.
Publik kebingungan
Belum adanya aturan teknis dan kesimpangsiuran kenaikan tarif PPN membuat wajib pajak kebingungan. Di media sosial, terlihat sejumlah wajib pajak menyampaikan keluhannya. Misalnya, netizen ramai menanyakan terkait dengan update aplikasi e-faktur untuk tarif PPN yang baru.
"@kring_pajak 1 April itu bentar lagi lho. Aturan pelaksanaan/turunan untuk UU HPP PPN 11% kapan mau diterbitkan?" tulis salah satu akun di Twitter.
Mendapat pertanyaan tersebut, DJP menjelaskan petunjuk teknis tentang pelaksanaan ketentuan tarif PPN 11% belum diterbitkan. DJP kemudian meminta wajib pajak untuk menunggu informasi lebih lanjut dan memantau situs http://pajak.go.id.
Selain soal aturan teknis, banyak pula warganet yang menanyakan perkembangan untuk aplikasi e-faktur.
"@kring_pajak Min, kalau PPN 11%, apa itu sudah default di e-faktur 3.1? Atau e-faktur 3.1 masih default-nya 10% ya?" tanya netizen lain.
Mengenai hal tersebut, DJP merespons dengan jawaban serupa. Otoritas menyatakan hingga saat ini belum terdapat update aplikasi e-faktur. DJP juga menyarankan warganet untuk mengecek perkembangan informasinya secara berkala.
"Untuk saat ini belum ada peraturan pelaksanaan mengenai penerapan tarif PPN 11% dan belum ada update aplikasi e-faktur, jadi pada aplikasi e-faktur saat ini masih menggunakan tarif 10%," tulis DJP melalui akun @kring_pajak.
Berita lengkapnya, baca Jelang PPN Naik ke 11%, Publik Tagih Aturan Teknis dan Update E-Faktur.
Sempat simpang siur, publik tagih kepastian
Rencana kenaikan tarif PPN memang simpang siur pada awal Maret 2022. Pejabat Ditjen Pajak (DJP) sempat mengeluarkan pernyataan bahwa pemerintah tetap memperhatikan kondisi perekonomian terkini sebelum tarif PPN naik jadi 11%.
Publik pun menagih kepastian dari pemerintah. Salah satu caranya dengan melempar pertanyaan lewat contact center DJP, @kring_pajak, untuk menggali konfirmasi dari otoritas.
"Min @kring_pajak apakah sudah bisa dikonfirmasi bahwa PPN naik jadi 11% per 1 April 2022? Karena beritanya masih simpang siur jadi lebih baik tanya langsung biar enggak hoaks," tanya salah seorang warganet.
Merespons pertanyaan yang diutarakan warganet, DJP menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 11% sudah diatur di dalam UU HPP dan berlaku per April 2022. Namun, imbuh otoritas, sampai saat ini belum ada aturan turunan yang mengatur lebih lanjut perubahan tarif tersebut. DJP meminta publik menunggu perkembangan lanjutan soal ini.
"Seperti yang dijelaskan di atas, belum ada aturan turunan yang mengatur lebih lanjut perubahan tarif tersebut. Dan belum ada keterangan kapan akan dilakukan update. Silakan menunggu update ketentuannya terlebih dahulu ya, Kak," tulis @kring_pajak dalam cuitannya di Twitter.
Berita lengkapnya, baca Netizen Tanya Kepastian Kenaikan PPN 11%, Begini Respons Ditjen Pajak.
Selain 2 topik di atas, masih ada banyak isu menarik yang pembaca dalam sepekan terakhir. Berikut ini adalah 5 artikel terpopuler DDTCNews yang sayang untuk dilewatkan:
1. Tersisa 2 Pekan, Pemerintah Diminta Timbang Ulang Kenaikan PPN 11%
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah untuk mempertimbangkan secara matang implementasi kenaikan tarif PPN.
Apabila dilihat dari sudut pandang pelaku usaha, Ketua Kadin Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan perekonomian pada tahun ini masih penuh ketidakpastian akibat dampak pandemi Covid-19. Berdasarkan situasi tersebut, Arsjad menilai kebijakan tarif baru PPN perlu dipertimbangkan kembali. Apalagi situasi diperparah dengan adanya konflik Rusia-Ukraina.
"Kadin berharap agar pemerintah dapat mengedepankan kinerja sektor konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat di tengah pemulihan ekonomi yang diharapkan akan terus membaik," kata Arsjad.
2. Aturan Turunan PPN 11% Belum Terbit, WP Bingung Isi Faktur Pajak
Belum tersedianya aturan pelaksana kenaikan tarif PPN membuat wajib pajak kebingungan dalam mengisi faktur pajak.
"Ketika pembuatan faktur pajak setelah 1 April, tetapi invoice yang ter-create sebelum 1 April itu, tarifnya tetap 10% atau 11% bagaimana? Sistem e-faktur-nya mengikuti tanggal rekam atau tanggal invoice?" cuit salah satu akun di Twitter.
Menanggapi pertanyaan tersebut, DJP menyebut tarif 11% berlaku mulai 1 April 2022 sebagaimana diatur dalam UU HPP. DJP pun meminta wajib pajak untuk menunggu aturan turunan PPN dari UU HPP diterbitkan beserta pembaruan aplikasi e-faktur.
"Namun, hingga saat ini belum ada aturan turunan yang mengatur lebih lanjut perubahan tarif tersebut dan penyesuaian aplikasinya. Mohon ditunggu update selanjutnya ya Kak," balas DJP melalui akun Twitter @kring_pajak.
3. Hindari Gangguan Sistem, DJP Imbau WP Lapor SPT pada Waktu Ini
DJP mengimbau wajib pajak untuk menyampaikan SPT Tahunan di luar jam sibuk, misalnya pada waktu subuh.
Penyuluh Ahli Muda Ditjen Pajak (DJP) Rumadi mengatakan penyampaian SPT Tahunan di luar jam-jam sibuk bertujuan untuk menghindari gangguan sistem pada laman DJP Online yang kerap kali dialami wajib pajak.
"Jadi mengingatkan saja, lebih awal lebih bagus. Waktunya jangan jam-jam sibuk, jangan sore atau malam. Bisa waktu subuh, kita bangun, kita ingat SPT. Maka kita langsung isi SPT," katanya dalam acara TaxLive DJP episode: 30.
Rumadi menjelaskan otoritas pajak akan terus melakukan pembaruan sistem demi meningkatkan kenyamanan wajib pajak. Meski demikian, lanjutnya, gangguan sistem bisa terjadi disebabkan oleh tingginya trafik.
"Lapor SPT nge-hang terus, ini memang maintenance kami untuk memperbaiki kualitas server dan aplikasi demi kenyamanan lapor SPT. Kadang lapor [SPT] di akhir periode yang bikin pada jaringan lemot," ujarnya.
4. Rutin Bayar Pajak Tapi Dapat Surat Tagihan Pajak, Simak Penjelasan DJP
KP2KP Pinrang, Sulawesi Selatan memberikan layanan konsultasi perorangan kepada wajib pajak terkait dengan Surat Tagihan Pajak (STP). Penjelasan diberikan kepada seorang wajib pajak berkegiatan usaha yang mengaku bingung karena dirinya menerima STP beberapa hari sebelumnya.
"Saya mendapatkan surat dari kantor pajak yang saya terima beberapa hari yang lalu. Dalam surat tersebut tertera sejumlah nominal. Saya mohon penjelasan apakah nominal tersebut merupakan denda atau apa, padahal saya rutin membayar [pajak] setiap bulan," ujar wajib pajak bernama Abdul Aziz, dikutip dari siaran pers DJP.
Petugas KP2KP Pinrang Ihya Ulumuddin lantas memberikan penjelasan terkait keluhan yang disampaikan Abdul. Menurutnya, kewajiban perpajakan yang diemban seorang wajib pajak yang berkegiatan usaha ada 2 yakni membayar pajak dan melaporkannya.
Pembayaran pajak, imbuhnya, dilakukan secara bulanan dengan tarif PPh final yang diatur dalam PP 23/2018 apabila wajib pajak termasuk UMKM. Kemudian, pelaporan dilakukan setiap tahun maksimal tanggal 31 Maret untuk wajib pajak orang pribadi.
"Menurut tata kelola kami, Bapak [Abdul Aziz] belum melaporkan SPT Tahunan 2020. Jadi SPT Tahunan wajib dilaksanakan oleh wajib pajak. Surat yang Bapak terima adalah surat yang diterbitkan untuk memberikan sanksi atas ketidakpatuhan [pelaporan SPT Tahunan] tersebut," ujar Ihya.
5. DJP: WP yang Isi SPT Tak Benar Paling Berisiko Lakukan Pencucian Uang
DJP menyebutkan pelaporan SPT pajak penghasilan (PPh) yang tidak benar memiliki risiko paling besar menjadi tindak pidana asal dari pencucian uang.
Penyidik PNS Direktorat Penegakan Hukum DJP Hamdi Iska mengatakan tindak pidana perpajakan yang paling berisiko menjadi tindak pidana asal dari pencucian uang selama ini adalah faktur pajak fiktif.
"Dulu yang paling berisiko adalah faktur pajak PPN. Saat ini, modus SPT PPh yang isinya tidak benar itu menempati urutan teratas," katanya.
Berdasarkan catatan DJP, wajib pajak yang mengisi SPT tidak benar dilakukan dengan cara tidak melaporkan pajak terutang yang sebenarnya, mengecilkan nilai omzet, membesarkan biaya, menyembunyikan pendapatan, atau cara-cara lainnya.
Mayoritas tindak pidana pajak pelaporan SPT yang tidak benar dilakukan oleh perorangan dengan latar belakang pengusaha pada sektor perdagangan, khususnya di Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Terdapat banyak cara yang digunakan pelaku dalam melakukan pencucian uang atas dana hasil tindak pidana perpajakan. Salah satunya yang paling sering adalah melalui transaksi besar ke rekening orang pribadi.
6. Masih Ragu dengan PPS? Ikuti Talk Show Kolaborasi DDTCNews dan DJP Ini
DDTCNews dan Ditjen Pajak (DJP) berkolaborasi menggelar Talk Show PPS. Digelarnya acara ini untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai program yang masih berlangsung hingga 30 Juni 2022.
Bertajuk Mengikis Keraguan Program Pengungkapan Sukarela (PPS), acara ini akan menghadirkan Dirjen Pajak Suryo Utomo dan Ketua Umum ATPETSI/Pemimpin Umum DDTCNews Darussalam sebagai narasumber. Presenter TV Brigita Manohara akan hadir untuk memandu talk show.
Acara yang bersifat gratis dan terbuka untuk umum ini akan digelar pada Selasa, 22 Maret 2022 pukul 10.00—12.00 WIB. Anda dapat menyaksikan talk show melalui Zoom Online Meeting atau Youtube DDTC Indonesia. (sap)