Menteri Keuangan Sri Mulyani.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) telah turun sejumlah Rp100 triliun hingga akhir Maret 2022.
Sri Mulyani mengatakan penurunan penerbitan surat utang tersebut terjadi karena pemerintah mengoptimalkan saldo anggaran lebih (SAL). Menurutnya, strategi tersebut dapat menjadi alternatif pembiayaan bagi pemerintah selain menerbitkan SBN.
"Kami akan mengurangi issuance utang dengan penggunaan SAL. Paling tidak sampai dengan Maret ini, penurunannya Rp100 triliun," katanya dalam konferensi pers KSSK, Rabu (13/4/2022).
Sri Mulyani mengatakan pemerintah pemerintah tengah melakukan langkah konsolidasi untuk menyehatkan kembali APBN, setelah bekerja keras karena pandemi Covid-19. Pemerintah berkomitmen mengembalikan defisit APBN ke level 3% pada 2023, setelah sempat melebar hingga 6,09% terhadap PDB pada 2020 dan telah berangsur turun menjadi 4,65% PDB pada 2021.
Tidak hanya meningkatkan penerimaan dan menajamkan belanja, langkah konsolidasi fiskal juga turut mencakup inovasi pembiayaan. Dalam hal ini, optimalisasi SAL serta implementasi surat keputusan bersama (SKB) antara Kemenkeu dan Bank Indonesia menjadi strategi yang dilakukan pemerintah agar beban utang tidak semakin berat.
"Kami akan lihat sisi bagaimana menjaga [utang] dengan dukungan BI ke kami tahun ini," ujarnya.
Sri Mulyani menambahkan inovasi pembiayaan APBN menggunakan sumber nonutang semakin penting dilakukan di tengah tekanan geopolitik akibat perang Rusia dan Ukraina. Pasalnya, eskalasi tersebut dapat berdampak pada yield SBN yang diterbitkan pemerintah.
Hingga Februari 2022, realisasi pembiayaan utang tercatat Rp92,91 triliun atau 9,5% dari realisasi SBN (neto) senilai Rp67,67 triliun. Sementara itu, realisasi pinjaman (neto) tercatat Rp25,24 triliun.
Di sisi lain, posisi utang pemerintah hingga Februari 2022 telah mencapai Rp7.014,58 triliun. Kontribusi SBN terhadap stok utang pemerintah mencapai Rp6.164,2 triliun atau 87,88%, sedangkan komposisi utang dari pinjaman senilai Rp850,38 triliun atau 12,12%. (sap)