Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menjelaskan wajib pajak yang dikenai kewajiban untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak harus melakukan pemotongan PPh final 0,5% jika bertransaksi dengan wajib pajak yang memiliki surat keterangan PP 23/2018.
Merujuk pada Pasal 4 ayat (7) PMK 99/2018, pemotong/pemungut pajak dalam kedudukan sebagai pembeli atau pengguna jasa melakukan pemotongan atau pemungutan PPh final 0,5% terhadap wajib pajak yang memiliki surat keterangan (suket).
“Apabila merupakan wajib pajak badan dan merupakan pemotong pajak, serta memanfaatkan jasa dari wajib pajak yang memiliki suket maka harus melakukan pemotongan PPh final 0,5%,” sebut DJP dalam akun Twitter @kring_pajak, Selasa (4/10/2022).
Atas pemotongan atau pemungutan PPh final UMKM tersebut, terdapat dua ketentuan yang harus diperhatikan. Pertama, dilakukan untuk setiap transaksi penjualan atau penyerahan jasa yang merupakan objek pemotongan atau pemungutan PPh sesuai ketentuan yang mengatur mengenai pemotongan atau pemungutan PPh.
Kedua, wajib pajak bersangkutan harus menyerahkan fotokopi suket kepada pemotong/pemungut pajak. Adapun suket adalah surat yang diterbitkan oleh kepala KPP atas nama dirjen pajak yang menerangkan wajib pajak dikenai PPh berdasarkan PP 23/2018.
Kemudian, pajak yang telah dipotong atau dipungut disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan surat setoran pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP yang telah diisi atas nama wajib pajak yang dipotong atau dipungut serta ditandatangani oleh pemotong/pemungut pajak.
SSP menjadi bukti pemotongan atau pemungutan PPh dan harus diberikan oleh pemotong/pemungut pajak kepada wajib pajak yang dipotong atau dipungut.
Selanjutnya, pemotong/pemungut pajak wajib menyampaikan SPT Masa PPh atas pemotongan atau pemungutan PPh final UMKM ke KPP tempat pemotong/pemungut Pajak terdaftar paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir. (rig)