PAJAK KARBON

Implementasi Tertunda, Persiapan Pajak Karbon Dipastikan Jalan Terus

Dian Kurniati
Jumat, 04 November 2022 | 17.25 WIB
Implementasi Tertunda, Persiapan Pajak Karbon Dipastikan Jalan Terus

Suasana bongkar muat batu bara di Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (7/10/2022). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat pada bulan September 2022, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor minerba mencapai Rp130 triliun. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym.

Ā 

JAKARTA, DDTCNews - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan pemerintah terus melakukan berbagai persiapan sebelum menerapkan pajak karbon.

Suahasil mengatakan pajak karbon perlu diterapkan agar Indonesia dapat mencapai target penurunan emisi. Pengenaan pajak karbon juga telah diatur dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

"Supaya pajak karbon itu [berjalan] baik, kita mesti menyiapkan pajak karbon, jual-beli karbon, sehingga dunia usaha bisa membeli di situ," katanya, Jumat (4/11/2022).

Suahasil mengatakan pajak karbon dikenakan sebagai instrumen untuk menuju net zero emission pada 2060 atau lebih cepat. Kebijakan itu diharapkan mampu mengubah perilaku konsumsi energi masyarakat menjadi lebih ramah lingkungan.

Pemungutan pajak karbon akan menggunakan mekanisme cap and trade. Dalam hal ini, pemerintah akan menetapkan cap emisi suatu sektor, sehingga pajak yang dibayarkan hanya selisih antara karbon yang dihasilkan dengan cap.

Selain itu, ada pula skema perdagangan karbon atau kegiatan jual-beli kredit karbon.

"Kalau suatu unit usaha mengeluarkan emisi lebih besar, dia punya 2 pilihan, yakni dia boleh bayar pajak karbon kepada negara atau cari kompensasi karbon di pasar karbon," ujarnya.

Sebagai langkah awal, pajak karbon bakal dikenakan pada PLTU batubara. Jenis pajak ini semula direncanakan mulai berlaku pada 1 April 2022 tapi belum terimplementasi hingga saat ini.

Suahasil menjelaskan pemerintah masih melakukan berbagai persiapan untuk mengimplementasikan pajak karbon dan pasar karbon. Perpres 98/2021 menjelaskan perdagangan emisi sebagai mekanisme transaksi antara pelaku usaha yang memiliki emisi melebihi batas atas emisi yang ditentukan.

Beleid itu juga menyebut pembentukan bursa karbon sebagai suatu sistem yang mengatur mengenai pencatatan cadangan karbon, perdagangan karbon, dan status kepemilikan unit karbon.

Menurutnya, pembentukan bursa karbon memerlukan persiapan yang matang karena akan mirip dengan bursa efek. Dalam hal ini, beberapa ketentuan akan dirilis karena tidak sembarangan pihak dapat mempunyai carbon certificate. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.