Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menjelaskan mengenai saat terutangnya pajak penghasilan (PPh) atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan (PHTB).
Penyuluh Pajak Kantor Wilayah Jawa Barat III Fitria Murty menjelaskan PPh PHTB terutang pada saat telah diterimanya pembayaran, baik sebagian maupun seluruhnya, atas pengalihan tanah atau bangunan tersebut.
“Jadi, kalau untuk PPh PHTB ini terutang ketika kita menerima penghasilan, baik itu sebagian maupun seluruhnya, dari pengalihan hak atas tanah atau bangunan,” ujar Fitria dalam Live Instagram @pajakjabar3 bertajuk PPhTB Siapa yang Bayar?, dikutip Senin (5/12/2022).
Fitria juga menjelaskan lebih lanjut terkait dengan skema pengenaan PPh atas penghasilan yang diterima tetapi hanya sebagian. Salah satu contohnya, yakni saat terdapat pembayaran atas pengalihan tanah dan bangunan dalam bentuk angsuran.
“Kalau misalnya nih kawan pajak ada uang muka dulu nih. Untuk pembelian tanahnya sudah terutang PPh PHTB. Kan biasanya kalau beli tanah itu berapa kali cicilan ya. Nah, tiap cicilan itu dikenakan PPh PHTB. Jadi, tidak menunggu lunas dulu baru terutang. Tapi tiap bagian dari penghasilan itu dikenakan PPh PHTB,” jelas Fitria.
Kemudian, terdapat ketentuan lainnya yang perlu diperhatikan wajib pajak. PPh PHTB harus dibayarkan sebelum akta atau perjanjian, atau risalah lelang, atau dokumen lainnya ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. Pembayaran PPh PHTB tersebut disetorkan sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerima penghasilan.
Tak hanya itu, Fitria juga menjelaskan tata cara membayarkan PPh PHTB yang terutang tersebut. Sesuai Pasal 6 PMK 261/2016, penyetoran PPh dilakukan ke kas negara melalui, baik layanan pada loket/teller (over the counter) maupun sistem elektronik lainnya, pada bank atau pos persepsi.
“Kalau kita sudah tau nih jumlah PPh terutang, itu dibayarnya tentu saja ke kas negara. Bisa melalui bank atau kantor pos persepsi. Itu bebas,” ujar Fitria. (Fauzara Pawa Pambika/sap)