JAKARTA, DDTCNews – Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010 mengenai biaya operasional yang dapat dikembalikan dan perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi, saat ini tengah dibahas oleh Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian untuk direvisi.
Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral I Gusti Nyoman Wiratmadja mengatakan pemerintah tengah merevisi PP 79/2010 dan diharapkan mampu segera diselesaikan di tahun 2016.
“Revisi PP79/2010 ini perlu dan harus segera dilakukan, karena saat ini produksi minyak sangat menyedihkan, namun untuk gas sementara cukup baik kondisinya, walaupun produksi gas menurun. Bahkan revisi PP ini bisa menjadi bonus di tahun ini,” ujarnya di Jakarta, Jumat (9/9).
Ia menambahkan terobosan ini akan membantu industri migas lebih agresif ke depannya, sehingga akan lebih masif program eksloprasinya. Sebaliknya, jika revisi beleid itu tidak segera dilakukan oleh pemerintah maka produksi pada migas akan mengalami penurunan setiap tahun.
Kebutuhan masyarakat terhadap migas yang semakin besar mampu menjadikan Indonesia menjadi importir migas terbesar. Proyeksi Indonesia menjadi importir migas terbesar menjadi salah satu alasan utama bahwa PP 79/2010 untuk direvisi.
Revisi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap PP tersebut bermaksud untuk menyesuaikan harga minyak yang beredar di pasar. Lalu, badan usaha penyelenggara hulu migas akan mendapatkan insentif jika harga minyak akan lebih rendah.
Sedangkan jika harga minyak kian meningkat, maka insentif akan didapatkan oleh pemerintah. Insentif tidak akan dikenakan pajak jika yang menerima adalah badan usaha penyelenggara hulu migas pada saat melakukan eksplorasinya.
“Dampak positif melalui eksplorasi baru, yaitu untuk menemukan cadangan migas yang baru. Hal ini akan meningkatkan investor serta meningkatkan kemungkinan menemukan cadangan migas baru akan semakin luas,” tuturnya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.