PAJAK bumi dan bangunan (PBB) merupakan salah satu jenis pajak yang turut andil menjadi sumber penerimaan pemerintah pusat dan daerah. Salah satu unsur dasar dalam pengenaan PBB adalah nilai jual objek pajak (NJOP).
NJOP menjadi dasar pengenaan PBB, baik sektor perkotaan dan perdesaan (PBB-P2) maupun sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan minyak dan gas bumi (migas), pertambangan mineral dan batu bara (minerba), dan sektor lainnya (PBB-P5L).
Sehubungan dengan NJOP PBB-P5L, pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 79/2023. Beleid tersebut salah satunya mengatur soal penilaian untuk menentukan nilai objek pajak dalam rangka penetapan NJOP.
Merujuk PMK 79/2023, penilaian untuk menentukan nilai objek pajak PBB dalam rangka penetapan NJOP dapat dilakukan dengan penilaian kantor dan penilaian lapangan. Lantas, apa yang dimaksud dengan keduanya?
Penilaian kantor adalah penilaian yang dilakukan di kantor DJP tanpa peninjauan lapangan atas objek yang dinilai (Pasal 1 angka 11 PMK 79/2023). Penilaian kantor ini dilakukan dengan menganalisis data objek pajak PBB.
Analisis tersebut dilakukan berdasarkan data dan/atau informasi dalam surat pemberitahuan objek pajak (SPOP) yang disampaikan oleh wajib pajak. Adapun penelitian kantor ini dilakukan untuk penerbitan surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT).
Penilaian lapangan adalah penilaian yang dilakukan dengan peninjauan lapangan atas objek yang dinilai (Pasal 1 angka 12 PMK 79/2023). Penilaian lapangan dilakukan dengan mengidentifikasi, mengumpulkan, dan menganalisis data yang berkaitan dengan objek PBB.
Penilaian lapangan dilakukan untuk penetapan NJOP dalam pelaksanaan pengawasan, pemeriksaan, penyelesaian keberatan, pengurangan ketetapan PBB yang tidak benar, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan.
Lebih lanjut, hasil penilaian lapangan digunakan sebagai dasar penghitungan PBB terutang dalam 6 perkara. Pertama, surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) PBB berdasarkan surat pemberitahuan objek pajak yang disampaikan oleh wajib pajak pada saat dilakukan pengawasan.
Kedua, surat ketetapan PBB pada saat dilakukan pemeriksaan. Ketiga, surat keputusan keberatan pada penyelesaian keberatan PBB. Keempat, surat keputusan pengurangan ketetapan PBB yang tidak benar pada penyelesaian permohonan pengurangan ketetapan PBB yang tidak benar.
Kelima, penghitungan kerugian pada pendapatan negara pada saat dilakukan pemeriksaan bukti permulaan. Keenam, penghitungan dan pemulihan kerugian pada pendapatan negara pada saat dilakukan penyidikan. (rig)