RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) senilai Rp2.515.163.902 atas Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan (PPh) badan tahun pajak 2006 yang tidak memenuhi ketentuan formal.
Otoritas pajak berpendapat SKPLB yang diterbitkan pada 1 April 2008 belum melanggar batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B UU KUP. Sebab, SPT Tahunan PPh badan baru disampaikan secara lengkap pada 10 April 2007.
Sebaliknya, wajib pajak berpendapat SPT Tahunan PPh badan disampaikan melalui kantor pos dan giro pada 30 Maret 2007. Oleh karena itu, SKPLB yang diterbitkan oleh otoritas pajak telah melanggar batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B UU KUP.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak Permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat SKPLB atas SPT PPh badan tahun pajak 2006 yang diterbitkan oleh otoritas pajak tidak tepat.
Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. 30105/PP/M.III/15/2011 tanggal 28 Maret 2011, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 26 Agustus 2011.
Terdapat tiga pokok sengketa dalam perkara ini. Pertama, berkaitan dengan putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU 14/2002).
Kedua, berkaitan dengan putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan Pasal 88 ayat (1) UU 14/2022. Ketiga, ketentuan formal penerbitan SKPLB atas PPh badan untuk tahun pajak 2006 sebesar Rp2.515.163.902 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, terdapat tiga pokok sengketa. Pokok sengketa pertama berkaitan dengan putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 81 ayat (1) UU 14/2002.
Dalam hal ini, Majelis Hakim Pengadilan pajak seharusnya memutus sengketa ini pada 4 Juni 2010. Namun demikian, hakim baru memberikan putusannya pada 14 Juni 2010. Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Pajak tersebut dapat dinyatakan cacat hukum sehingga harus dibatalkan demi hukum.
Pokok sengketa kedua dalam putusan ini berkaitan dengan putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 88 ayat (1) UU 14/2002. Dalam hal ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah melewati jangka waktu pengiriman atas salinan Putusan Pengadilan Pajak No. 30105/PP/M.III/15/2011 tanggal 28 Maret 2011.
Berdasarkan pada analisis, salinan putusan seharusnya dikirimkan paling lambat pada 26 April 2011. Namun, dalam kasus ini, salinan putusan baru dikirimkan kepada Pemohon PK pada 7 Juni 2011. Dengan demikian, Putusan Pengadilan Pajak yang dimaksud dapat dinyatakan cacat hukum sehingga harus dibatalkan demi hukum.
Selanjutnya, pokok sengketa ketiga dalam putusan ini membahas tentang penerbitan SKPLB atas PPh badan untuk tahun pajak 2006 senilai Rp2.515.163.902 yang tidak sesuai ketentuan formal. Adapun persoalan dalam sengketa ini berkaitan dengan perbedaan pendapat antara Pemohon PK dengan Termohon PK terkait batas waktu penerbitan SKPLB.
Berdasarkan pada Pasal 17B UU KUP, Termohon PK harus menerbitkan SKPLB paling lama 12 bulan sejak SPT PPh badan diterima secara lengkap. Dalam hal ini, Pemohon PK menilai bahwa SPT PPh Badan Termohon PK baru disampaikan secara lengkap dengan menggunakan e-SPT, yaitu pada 10 April 2007. Penyampaian SPT PPh badan tersebut sesuai dengan ketentuan PER-184/2004.
Kemudian, SKPLB diterbitkan pada 1 April 2018. Dengan demikian, SKPLB yang diterbitkan tersebut tidak melebihi jangka waktu 12 bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B UU KUP. Oleh sebab itu, Termohon PK menyatakan pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku (contra legem).
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan poin sengketa ketiga. Termohon PK berpendapat SPT PPh badan sudah disampaikan secara lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (3) UU KUP, yaitu pada 30 Maret 2007 atau sesuai dengan tanggal yang tercantum pada bukti kirim.
Pengiriman SPT PPh badan tersebut dilakukan melalui kantor pos dan giro. Jika SKPLB baru diterbitkan pada 1 April 2018 maka hal ini tidak sesuai dengan ketentuan formal. Dengan demikian, Termohon PK menyatakan penerbitan SKPLB yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak benar sehingga harus dibatalkan.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. 30105/PP/M.III/15/2011 yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, alasan permohonan PK mengenai Putusan Pengadilan Pajak No. 30105/PP/M.III/15/2011 yang tidak memenuhi Pasal 81 ayat (1) dan 88 ayat (1) UU 14/2002 tidak dapat dibenarkan. Sebab, persoalan mengenai jangka waktu yang berkaitan dengan proses administrasi penyelesaian perkara tidak dapat membatalkan putusan.
Kedua, alasan-alasan permohonan PK atas penerbitan SKPLB atas SPT PPh badan tahun pajak 2006 juga tidak dapat dibenarkan. Menurut Mahkamah Agung, pertimbangan hukum dan Putusan Pengadilan Pajak No. 30105/PP/M.III/15/2011 yang mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.