Ilustrasi.
RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi positif PPN masukan yang dapat dikreditkan oleh wajib pajak.
Dalam perkara ini, wajib pajak merupakan perusahaan jasa kontraktor pertambangan batu bara. Dalam menjalankan usahanya, wajib pajak bertransaksi dengan pengusaha kena pajak (PKP) lainnya untuk mendukung kegiatan operasional di lokasi usahanya yang berada di daerah terpencil.
Otoritas pajak berpendapat bahwa pengeluaran atas jasa katering, jasa instalasi listrik dan pemeliharaan AC, serta sewa guna usaha kendaraan dan pembelian barang berupa kopi, detergen, plastic, medical monitoring fee, sale of drugs, dan sale of wound dressing tidak dapat dikreditkan. Sebab, pengeluaran tersebut tidak memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usaha wajib pajak.
Sebaliknya, wajib pajak berpendapat bahwa atas jasa katering, jasa instalasi listrik dan pemeliharaan AC, serta sewa guna usaha kendaraan dan pembelian barang berupa kopi, detergen, plastic, medical monitoring fee, sale of drugs, dan sale of wound dressing dapat dikreditkan. Sebab, pengeluaran-pengeluaran tersebut dapat membantu kegiatan operasional wajib pajak yang berada di daerah terpencil.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai bahwa terdapat cukup bukti yang diberikan oleh wajib pajak untuk mendukung pendapatnya. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berkesimpulan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak berkaitan atau memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usahanya yang berada di lokasi terpencil.
Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruh permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. 27433/PP/M.II/16/2010 tanggal 25 November 2010, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 15 Maret 2011.
Terdapat 2 pokok sengketa dalam perkara ini. Pertama, berkaitan dengan penggunaan surat kuasa khusus yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU 14/2002). Kedua, berkaitan dengan koreksi positif PPN masukan yang dapat dikreditkan untuk masa pajak Januari 2008 sebesar Rp248.321.039.
PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, terdapat 2 pokok sengketa. Pokok sengketa pertama berkaitan dengan penggunaan surat kuasa yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) UU 14/2002.
Adapun Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) UU 14/2002 mengatur bahwa para pihak yang bersengketa masing-masing dapat didampingi atau diwakili oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan surat kuasa khusus. Dalam hal ini, surat kuasa yang dibuat oleh kuasa hukum Termohon PK tidak bersifat khusus.
Terhadap hal tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak melakukan pengecekan surat kuasa yang dimiliki oleh kuasa hukum Termohon PK. Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Pajak No. 27433/PP/M.II/16/2010 tersebut dapat dinyatakan cacat hukum sehingga harus dibatalkan demi hukum.
Pokok sengketa kedua dalam putusan ini membahas tentang koreksi positif PPN masukan untuk masa pajak Januari 2008 sebesar Rp248.321.039 dengan rincian sebagai berikut:
Persoalan dalam sengketa ini ialah apakah atas jasa katering, jasa instalasi listrik dan pemeliharaan AC, serta sewa guna usaha kendaraan dan pembelian barang berupa kopi, detergen, plastic, medical monitoring fee, sale of drugs, dan sale of wound dressing dapat dikreditkan atau tidak.
Perlu dipahami bahwa ruang lingkup kegiatan usaha Termohon PK adalah jasa kontraktor pertambangan batu bara, termasuk di dalamnya adalah penyewaan peralatan dan mesin. Oleh karenanya, pengeluaran yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Termohon PK adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen.
Mengacu pada uraian tersebut, pengeluaran atas jasa katering, jasa instalasi listrik dan pemeliharaan AC, serta sewa guna usaha kendaraan dan pembelian barang tidak memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Oleh karena itu, PPN masukan sebesar Rp248.321.039 tersebut tidak dapat dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf b UU PPN.
Dengan demikian, Pemohon PK menyatakan koreksi yang dilakukan Pemohon PK sudah benar. Oleh karena itu, pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku (contra legem).
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan poin sengketa kedua. Termohon PK berpendapat bahwa lokasi usahanya terletak di daerah terpencil sebagaimana tercantum dalam Keputusan Dirjen Pajak No. 91/WPJ.19/2007.
Pengeluaran atas jasa katering, jasa instalasi listrik dan pemeliharaan AC, serta sewa guna usaha kendaraan dan pembelian barang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan di lokasi usaha Termohon PK tersebut.
Menurut Termohon PK, atas seluruh pengeluaran tersebut dapat dikreditkan karena berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Termohon PK. Dengan demikian, koreksi PPN masukan sebesar Rp 248.321.039 yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak benar sehingga harus dibatalkan.
MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. 26217/PP/M.II/12/2010 yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, alasan permohonan PK mengenai Putusan Pengadilan Pajak No. 27433/PP/M.II/16/2010 yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) UU 14/2002 tidak dapat dibenarkan. Sebab, surat kuasa No. S-204/PTDH/Corfin/VIII/0810 pada 24 Agustus 2010 sudah bersifat khusus.
Kedua, koreksi positif PPN masukan untuk masa pajak Januari 2008 sebesar Rp248.321.039 juga tidak dapat dibenarkan. Menurut Mahkamah Agung, pertimbangan hukum dan Putusan Pengadilan Pajak No. 27433/PP/M.II/16/2010 yang mengabulkan seluruh permohonan banding sudah tepat dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (sap)