Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menekankan pengusaha kena pejak (PKP) debitur yang asetnya diambil alih oleh kreditur tidak dibebani kewajiban untuk memungut PPN.
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan meski pengambilalihan oleh kreditur atas agunan milik PKP debitur yang wanprestasi sesungguhnya adalah penyerahan, kewajiban untuk memungut PPN tidak lagi dibebankan kepada debitur seiring dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 41/2023.
"Sebenarnya dalam konteks Pasal 16D perusahaan tadi harus mengenakan PPN ketika asetnya diambil alih. Apakah itu konteksnya itu penyelesaian utang atau apa, itu kan diserahkan. Dalam PMK 41/2023 kami memberikan kemudahan, untuk perusahaan tadi selesai PPN-nya," ujar Yoga, Kamis (11/5/2023).
Sesuai dengan Pasal 5 PMK 41/2023, pengambilalihan agunan oleh kreditur dari debitur tidak diterbitkan faktur pajak.
Dengan berlakunya PMK 41/2023, PPN hanya dikenakan ketika kreditur melakukan penyerahan atas agunan yang diambil alih tersebut kepada pembeli agunan. Adapun PPN yang dikenakan atas penyerahan agunan yang diambil alih dari kreditur kepada pembeli agunan adalah sebesar 1,1%.
PPN baru dipungut saat pembayaran diterima oleh kreditur dari pembeli agunan, bukan pada saat penyerahan agunan.
Setelah menerima pembayaran, barulah kreditur membuat faktur pajak atas penyerahan agunan dan menyetorkannya ke kas negara pada akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Adapun tagihan atas penjualan dokumen ditetapkan sebagai dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak sepanjang memuat nomor dan tanggal dokumen, nama dan NPWP kreditur, nama dan NPWP/NIK debitur, nama dan NPWP/NIK pembeli agunan, uraian BKP, dasar pengenaan pajak. dan jumlah PPN yang dipungut. (sap)