Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers.
Â
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat neraca perdagangan pada September 2023 kembali mencatatkan surplus senilai US$3,42 miliar.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan surplus neraca perdagangan tersebut terjadi karena ekspor mencapai US$20,76 miliar dan impor US$17,34 miliar. Kinerja neraca perdagangan ini melanjutkan tren surplus yang terjadi sejak Mei 2020.
"Surplus September 2023 ini terlihat meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya, tetapi kalau dibandingkan dengan bulan September tahun lalu, memang terlihat lebih rendah," katanya, Senin (16/10/2023).
Amalia mengatakan surplus neraca perdagangan ini terutama berasal dari sektor nonmigas senilai US$5,34 miliar, tetapi tereduksi oleh defisit sektor migas senilai US$1,92 miliar.
Dia menjelaskan ekspor Indonesia pada September 2023 yang senilai US$20,76 miliar mengalami penurunan 5,63% secara bulanan dan turun 16,17% secara tahunan. Pada ekspor nonmigas, tercatat senilaiUS$19,35 miliar atau turun 17,66% jika dibanding ekspor nonmigas September 2022.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–September 2023 mencapai US$192,27 miliar, atau turun 12,34% dibanding periode yang sama tahun 2022. Sementara khusus ekspor nonmigas, nilainya mencapai US$180,48 miliar atau turun 12,89%.
Secara bulanan, penurunan terbesar ekspor nonmigas terhadap Agustus 2023 terjadi pada komoditas lemak dan minyak hewani/nabati sebesar 20,54%, sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada besi dan baja sebesar 3,51%.
Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan pada Januari–September 2023 mengalami penurunan 10,86% dibandingkan dengan periode yang sama 2022. Kondisi serupa juga terjadi pada ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan yang turun 9,03% serta ekspor hasil pertambangan dan lainnya turun 19,83%.
Ekspor nonmigas pada September 2023 yang terbesar terjadi ke China senilai US$5,17 miliar, disusul Amerika Serikat US$1,84 miliar dan India US$1,5 miliar. Kontribusi ekspor ketiganya tersebut mencapai 43,97%.
Sementara dari sisi impor, Amalia memaparkan nilainya yang mencapai US$17,34 miliar juga mengalami penurunan 8,15% secara bulanan dan turun 12,45% secara tahunan. Impor migas tercatat senilai US$3,33 miliar atau turun 2,85% secara tahunan, sedangkan impor nonmigas senilai US$14,01 miliar atau turun 14,46%.
Secara bulanan, penurunan impor golongan barang nonmigas yang terbesar terjadi pada mesin/perlengkapan elektrik dan bagiannya sebesar 17,95%. Sementara peningkatan terbesar terjadi pada impor garam, belerang, batu, dan semen US$33,3 juta sebesar 43,27%.
Negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–September 2023 adalah China senilai US$45,68 miliar atau 32,92%, diikuti Jepang US$12,36 miliar atau 8,91%, dan Thailand US$7,71 miliar atau 5,55%.
Menurut golongan penggunaan barang, nilai impor Januari–September 2023 terhadap periode yang sama tahun sebelumnya terjadi peningkatan pada golongan barang modal sebesar 9,11% dan barang konsumsi 7,34%. Sementara impor bahan baku/penolong, turun 13,32%.
Dalam periode tersebut, nilai impor tertinggi masih dikontribusikan oleh impor bahan baku/penolong senilai US$120,01 miliar. Meskipun demikian jika kita bandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, impor bahan baku/penolong mengalami penurunan 13,32%.
"Penurunan impor impor utamanya dikontribusikan oleh logam mulia dan perhiasan emas permata, penurunan impor kapas, dan juga penurunan impor ampas dan sisa industri makanan," ujarnya. (sap)