Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat neraca perdagangan pada Oktober 2023 kembali mencatatkan surplus senilai US$3,48 miliar.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan surplus neraca perdagangan tersebut terjadi karena ekspor mencapai US$22,15 miliar dan impor US$18,67 miliar. Kinerja neraca perdagangan ini melanjutkan tren surplus yang terjadi sejak Mei 2020 atau selama 42 bulan berturut-turut.
"Surplus Oktober 2023 ini meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun lalu," katanya, Rabu (15/11/2023).
Pudji mengatakan surplus neraca perdagangan ini terutama berasal dari sektor nonmigas US$5,31 miliar, tetapi tereduksi oleh defisit sektor migas senilai US$1,83 miliar.
Dia menjelaskan nilai ekspor Indonesia pada Oktober 2023 yang mencapai US$22,15 miliar ini mengalami penurunan 10,43% dibandingkan dengan periode yang sama 2022. Ekspor nonmigas yang tercatat senilai US$20,78 miliar juga turun 11,36% secara tahunan.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari hingga Oktober 2023 mencapai US$214,41 miliar atau turun 12,15% dibandingkan dengan periode yang sama 2022. Sementara ekspor nonmigas, mencapai US$201,25 miliar atau turun 12,74%.
Peningkatan terbesar ekspor nonmigas pada Oktober 2023 secara bulanan terjadi pada komoditas bahan bakar mineral sebesar 24,61%, sedangkan penurunan terbesar terjadi pada mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya sebesar 7,48%.
Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari hingga Oktober 2023 turun 10,30% dibanding periode yang sama 2022. Kondisi serupa juga terjadi pada ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan yang turun 10,44%, serta ekspor hasil pertambangan dan lainnya turun 20,80%.
Ekspor nonmigas pada Oktober 2023 yang terbesar terjadi ke China senilai US$5,78 miliar disusul India US$1,87 miliar dan Amerika Serikat US$1,82 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 45,63%.
Di sisi lain, Pudji memaparkan impor pada Oktober 2023 yang senilai US$18,67 miliar mengalami penurunan 2,42% secara tahunan. Impor migas senilai US$3,21 miliar atau turun 4,68% secara tahunan, sedangkan impor nonmigas US$15,46 miliar atau turun 1,94%.
Negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari hingga Oktober 2023 yakni China senilai US$51,03 miliar atau 33,09%, disusul Jepang US$13,92 miliar atau 9,02%, dan Thailand US$8,55 miliar atau 5,55%.
Menurut golongan penggunaan barang, dia menyebut nilai impor Januari hingga Oktober 2023 terhadap periode yang sama tahun sebelumnya terjadi peningkatan pada golongan barang modal sebesar 9,32% dan barang konsumsi 6,96%. Sementara impor bahan baku/penolong, terjadi penurunan 12,65%.
Menurutnya, penurunan impor bahan baku/penolong secara tahunan memang telah mengalami dalam 5 bulan terakhir. Adapun secara bulanan, penurunan nilai impor tersebut bahkan terjadi sejak Januari 2022.
Golongan barang yang mengalami penurunan nilai impor terbesar adalah bahan bakar mineral, besi dan baja, serta plastik dan bahan dari plastik.
"Kelompok penggunaan bahan baku/penolong ini memberikan proporsi terbesar terhadap total impor nonmigas Indonesia. Sepanjang Januari hingga Oktober 2023, nilai impor bahan baku penolong mencakup sekitar 73% dari total nilai impor nonmigas," ujarnya. (sap)