Ilustrasi. Pekerja mengangkut buah kelapa sawit di kawasan PT Perkebunan Nusantara II, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (2/6/2023). ANTARA FOTO/Yudi/Ief/nz
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Perdagangan mencatat harga minyak kelapa sawit (CPO) kembali beranjak naik meski tidak sampai berdampak pada tarif bea keluar yang dikenakan.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Budi Santoso mengatakan harga referensi CPO pada periode 16-30 November 2023 mencapai US$750,54 per metric ton (MT), naik 0,22% dari periode 1-15 November 2023. Namun, tarif bea keluar atas ekspor CPO tetap senilai US$18 per MT.
"Merujuk pada PMK yang berlaku saat ini, maka pemerintah akan mengenakan bea keluar CPO sebesar US$18/MT dan pungutan ekspor CPO sebesar US$75/MT untuk periode paruh kedua bulan November 2023," katanya, Kamis (16/11/2023).
Penetapan tarif bea keluar atas ekspor CPO dan produk turunannya mengacu pada PMK 39/2022 s.t.d.t.d PMK 71/2023. Pada kolom 3 lampiran huruf C PMK tersebut, diatur tarif bea keluar senilai US$18/MT berlaku berdasarkan harga referensi CPO pada periode 16-31 November 2023.
Harga referensi sudah tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 1911 Tahun 2023 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Budi menjelaskan harga referensi CPO sedang mengalami kenaikan sehingga menjauhi ambang batas US$680/MT. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor di antaranya terdapat proyeksi penurunan produksi kelapa sawit di Indonesia.
Selain itu, kenaikan harga referensi CPO ini juga disebabkan adanya peningkatan permintaan minyak nabati dari China sebagai negara konsumen utama produk CPO beserta turunannya.
Berdasarkan PMK 39/2022 s.t.d.t.d PMK 71/2023, diatur harga referensi CPO di atas US$680/MT bakal kena bea keluar, lebih rendah dari sebelumnya US$750/MT. Revisi tersebut dilakukan untuk mengantisipasi perubahan harga CPO di pasar global serta mendukung kebijakan hilirisasi. (rig)