Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) mencatat realisasi penerimaan cukai rokok elektrik hingga Agustus 2024 sudah mencapai Rp1,65 triliun.
Ditjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan realisasi penerimaan tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 49% secara tahunan. Menurutnya, pertumbuhan tersebut terjadi seiring dengan peningkatan produksi.
"Ini naik 49% dari tahun sebelumnya, yang utamanya oleh naiknya produksi baik dari rokok elektrik padat maupun rokok elektrik cair," katanya, dikutip pada Jumat (27/9/2024).
Produksi REL tetap naik meski terjadi kenaikan tarif cukai pada tahun ini. Melalui PMK 192/2022, tarif cukai dan harga jual eceran (HJE) REL naik secara multiyears pada 2023 dan 2024 sebesar 15% setiap tahunnya.
Penerimaan cukai REL yang senilai Rp1,65 triliun tersebut tercatat sebagai bagian dari cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok. Hingga Agustus 2024, realisasi penerimaan cukai rokok mencapai Rp132,8 triliun atau tumbuh 4,7%.
Secara umum, pertumbuhan penerimaan CHT terpantau melambat. Hal ini dipengaruhi oleh adanya fenomena peralihan konsumsi ke rokok dengan harga lebih murah (downtrading). Fenomena ini juga terjadi sejalan dengan kenaikan tarif cukai pada 2023 - 2024 sekitar 10% setiap tahun.
Produksi rokok golongan 1 menjadi yang paling elastis terhadap kenaikan tarif cukai. Dalam hal ini, konsumen rokok golongan 1 akan beralih pada rokok golongan 2 dan 3 karena lebih murah.
Meski demikian, kenaikan konsumsi rokok golongan 2 dan 3 ini tidak mampu mengompensasi penerimaan CHT dari golongan 1. (rig)