Ilustrasi Gedung Ditjen Bea dan Cukai.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memproyeksikan penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2025 akan mencapai Rp310,4 triliun. Setoran itu setara 102,9% dari target dalam UU APBN 2025 senilai Rp301,6 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Dirjen Bea dan Cukai yang baru, Djaka Budhi Utama, akan bekerja keras mencapai target penerimaan yang telah ditetapkan. Sebab, penerimaan kepabeanan dan cukai tercatat mengalami shortfall –selisih kurang antara realisasi dan target – pada 2023 dan 2024.
"Ini Pak Djaka semester II/2025 perlu untuk menjaga penerimaan. Mungkin dengan dirjen baru kita akan dapat [penerimaan] lebih banyak lagi. Kalau Pak Djaka jawabnya selalu 'Siap, Bu, laksanakan dan nanti di-deliver'," ujarnya dalam rapat bersama Banggar DPR, dikutip pada Rabu (2/7/2025).
Sri Mulyani memaparkan realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai sepanjang pada semester I/2025 berada di angka Rp147 triliun. Jumlah setoran tersebut mencapai 48,74% dari target APBN 2025 sebesar Rp301,6 triliun.
Apabila mengacu pada proyeksi teranyar, berarti kinerja penerimaan kepabeanan dan cukai pada semester I/2025 mencapai 47,36% dari outlook senilai Rp310,4 triliun.
Dia juga mengatakan penerimaan bea dan cukai pada semester I/2025 tumbuh 9,6% secara tahunan (year on year). Namun, pertumbuhan setoran tiap bulannya cenderung fluktuatif, bahkan sempat melonjak ataupun anjlok.
"Untuk penerimaan bea cukai, tiap bulan masih ups and down, cukup volatile. Januari bisa tumbuh double digit, Februari turun jadi minus 7,8%, kemudian Maret tumbuh lagi 41,6%, Lalu [April] minus 16%, dan tumbuh lagi di 71%," terangnya.
Lebih lanjut, terdapat 3 komponen penerimaan kepabeanan dan cukai. Pertama, bea masuk terealisasi senilai Rp23,6 triliun pada Januari-Juni 2025 atau mengalami kontraksi sebesar 2,7%.
Kedua, bea keluar telah terkumpul senilai Rp14,6 triliun atau melonjak sebesar 80,4%. Ketiga, penerimaan cukai terealisasi senilai Rp108,8 triliun atau tumbuh 6,9%.
Untuk semester II/2025, Sri Mulyani juga memberikan mandat kepada Djaka untuk menjaga kinerja penerimaan yang kemungkinan akan terganggu oleh 2 faktor. Pertama, terjadi fenomena downtrading rokok. Kedua, maraknya peredaran rokok ilegal di dalam negeri.
"Ini PR [pekerjaan rumah] untuk dirjen bea cukai, banyak [konsumen] rokok sekarang turun menjadi golongan III yang cukainya paling rendah, dan muncul rokok ilegal karena menganggap cukainya cukup tinggi. Ini hal yang perlu diwaspadai DJBC, fenomena rokok ilegal dan downtrading," tegasnya. (dik)