Ilustrasi. Gedung Ditjen Bea dan Cukai.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah telah menerbitkan PMK 25/2025 yang mengatur ulang ketentuan mengenai impor barang pindahan, termasuk soal fasilitas pembebasan bea masuk dan negative list yang berlaku. PMK 25/2025 mulai berlaku efektif pada 27 Juni 2025.
Direktur Teknis Kepabeanan DJBC Susila Brata menyampaikan PMK 25/2025 memuat perincian impor barang pindahan yang sebelumnya tidak diatur dalam PMK 28/2008. Menurutnya, PMK 28/2008 perlu diganti setelah berlaku selama 17 tahun.
"Dalam perkembangannya sudah 17 tahun, dan kita baru melakukan revisi. Beberapa [aspek] kita revisi dengan mengikuti perkembangan-perkembangan terbaru," ujarnya dalam media briefing, Rabu (2/7/2025).
Barang pindahan adalah barang-barang keperluan rumah tangga milik orang yang semula berdomisili di luar negeri, kemudian dibawa pindah ke dalam negeri.
Susila menyebutkan sedikitnya ada 5 alasan perubahan regulasi terkait impor barang pindahan. Pertama, PMK 28/2008 sudah terlalu lawas sehingga perlu penyesuaian.
Kedua, pengaturan impor barang pindahan dalam PMK 28/2025 belum detail. Kini, pemerintah mengatur ketentuan teknis dalam PMK 25/2025 secara lebih terperinci guna memudahkan proses impor barang, baik bagi orang yang melakukan pindahan ke Indonesia maupun petugas DJBC selaku pengawas dan fasilitator.
"Beberapa hal baru dalam PMK 25/2025 ini misalnya definisi atau nomenklatur pejabat negara. Kalau dulu hanya sebatas PNS, TNI/Polri. Ada juga kategori baru, misalnya warga negara yang tinggal lama di luar negeri kemudian kembali ke Indonesia," kata Susila.
Ketiga, penyeragaman layanan kepabeanan atas impor barang pindahan. Penerbitan regulasi baru telah dibarengi dengan perkembangan teknologi yang diimplementasikan di setiap kantor DJBC sehingga tidak ada perbedaan layanan kepabeanan bagi pengguna jasa.
Keempat, digitalisasi pelayanan atas impor barang pindahan yang dulunya dilakukan secara manual. Melalui PMK 25/2025, kini pelayanan dan pemberian fasilitas kepabeanan sudah otomatis dilakukan secara elektronik atau online. Selain itu, pemeriksaan yang dulu manual, kini selektif berdasarkan manajemen risiko sesuai profil pengguna jasa.
Susila meyakini kebijakan yang lebih terperinci dan tertata akan mendorong perbaikan tata kelola atau standardisasi layanan kepabeanan dan cukai. Pengaturan ulang impor barang pindahan ini juga bertujuan menjangkau subjek yang lebih luas dan tepat sasaran.
Tidak hanya itu, sambungnya, kebijakan ini juga untuk memberikan kemudahan layanan dengan otomasi dan integrasi sistem informasi, serta mengoptimalisasi pengawasan terhadap barang pindahan yang masuk ke Indonesia.
"Kalau kita tidak menata [ketentuan barang pindahan], bisa jadi ini menjadi loophole atau lubang yang bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang punya kepentingan tidak baik bagi Indonesia. Beberapa kali petugas di lapangan menemukan, seperti senjata, mesin, kendaraan bekas," tutup Susila. (dik)