Ilustrasi. Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan pemaparan pada konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/5/2025). ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah terus berupaya menyelaraskan kebijakan pajak dengan dengan ekonomi digital dan perubahan perpajakan global.
Sri Mulyani mengatakan sistem perpajakan Indonesia harus dibangun agar kompatibel dengan perkembangan ekonomi digital. Selain itu, kebijakan pajak juga harus sejalan dengan perubahan perpajakan global.
"Digital economy dan perpajakan global harus menjadi perhatian karena bisa menjadi ancaman bagi [dalam bentuk] tax evasion," katanya dalam rapat bersama Banggar DPR, dikutip pada Rabu (2/7/2025).
Dalam merespons perubahan perpajakan global, Sri Mulyani menyebut pemerintah terus aktif berpartisipasi di dalam berbagai forum internasional. Sebab, basis pajak pada saat ini sangat mudah tererosi melalui kegiatan antarnegara.
Melalui dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2026, pemerintah telah menulis optimalisasi penerimaan perpajakan di tengah dinamisasi global menghadapi berbagai risiko dan tantangan. Risiko dan tantangan tersebut dapat bersumber dari faktor eksternal maupun domestik.
Faktor eksternal antara lain dipengaruhi oleh adanya perubahan geopolitik dan menguatnya proteksionisme dari berbagai negara. Sementara itu, dari domestik, tantangannya diantaranya berasal dari pergeseran struktur perekonomian konvensional ke ekonomi digital yang belum sepenuhnya terakomodasi oleh sistem perpajakan, serta dominasi sektor informal dengan semakin meningkatnya peran sektor jasa.
Kebijakan perpajakan yang lebih adaptif dan efektif dinilai dapat menjadi peluang untuk mengoptimalkan pendapatan di tengah berbagai tantangan yang ada. Sistem perpajakan Indonesia pun perlu terus menyesuaikan diri dengan perubahan struktur ekonomi serta menerapkan best practice perpajakan internasional guna memastikan keberlanjutan mobilisasi pendapatan domestik.
"Dengan meningkatnya tekanan terhadap perekonomian, reformasi perpajakan dapat diarahkan antara lain untuk memperluas basis pajak, meningkatkan kepatuhan wajib pajak, serta mengoptimalkan penerimaan negara tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi," bunyi dokumen KEM PPKF 2026.
Dalam merespons maraknya perdagangan secara online, pemerintah berencana menunjuk penyelenggara platform marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22. Pemerintah akan mewajibkan marketplace untuk memungut PPh Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh merchant yang berjualan melalui platform marketplace.
Kebijakan ini antara lain bertujuan memperkuat pengawasan terhadap aktivitas ekonomi digital dan menutup celah shadow economy, khususnya dari pedagang online yang belum menjalankan kewajiban perpajakan. Peraturan mengenai penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 masih dalam proses finalisasi di internal pemerintah. (dik)